Oleh Alfonsius Siringoringo
“Saya
butuh kepercayaan dari masyarakat. Pemberian uang hanya akan memicu korupsi.”
Demikianlah pernyataan salah satu calon gubernur Jabar dalam suatu media cetak
nasional. Pernyataan sikap tersebut patut dipuji untuk menciptakan pemilu yang
kita idam-idamkan, yaitu jujur, bersih, dan demokratis.
Untuk
merealisasikannya, dibutuhkan kerja keras bagi Pemerintah, KPU maupun seluruh
masyarakat Jabar. Dalam pemilu kali ini, pemprov menglontorkan dana sebesar Rp
1, 04 triliun kepada KPU Jabar. Dana tersebut akan terserap untuk proses
pelaksanaan pemilu serta dibagikan kepada KPU, Panitia Pengawas Pemilu, dan
pihak keamanan. Diharapkan pula, dengan dana sebesar itu, panitia pengawas
dapat mengefektifkan dan mencegah tindakan politik uang.
Istilah
Money Politic atau politik uang,
tidak hanya membayangi pilgub Jabar. Begitu hebatnya si politik uang ini,
sampai-sampai ia memiliki julukan tersendiri di tiap-tiap daerah. Di Jabar
sendiri dikenal dengan istilah “uang cendol”, di Jawa Timur disebut dengan
“uang ngarit” dan mungkin masih banyak julukan lainnya di tiap-tiap daerah.
Sungguh
miris melihat fenomena demikian, dimana kerap kali terjadinya tindakan politik
uang dalam setiap pilkada yang ada. Hal tersebut akan sangat merusak tatanan
demokrasi kita yang sebenarnya. Pemimpin harus dipilih oleh rakyat bukan atas
dasar uang, tetapi kemampuan dan kinerjanya yang baik. Hakekat seorang pemimpin
pun seharusnya adalah untuk bekerja sepenuh hati dan melayani rakyatnya, bukan
malah sebaliknya.
Jabar
sebagai provinsi terbesar di Indonesia, dengan masyarakat yang memiliki pola
pikir yang sudah maju, sudah seharusnya menerapkan pemilu yang demokratis.
Dengan demikian, Jabar akan memberikan contoh yang baik pula bagi daerah-daerah
lainnya untuk menciptakan pemilu yang diidam-idamkan masyarakat selama ini.
Untuk
menciptakan pemilu yang bersih dari tindakan politik uang, dapat diantisipasi
dengan memberikan peran yang ekstra kepada Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu).
Selain itu, perlunya ditingkatkan syarat kualitas untuk menjadi calon kepala
daerah, seperti pemahaman agama yang kuat dan sebagainya. Panwaslu pun harus
memperketat audit dana kampanye dari tiap-tiap calon kepala daerah. Kemudian
yang diperlukan selanjutnya adalah pemahaman dan pencerdasan politik yang
mendalam kepada semua masyarakat, jauh sebelum diadakannya pemilu, melalui
diskusi maupun seminar.
0 comments:
Post a Comment