Pages

Powered by Blogger.

Saturday, December 22, 2012

Brutalisme di Kalangan Masyarakat


Dalam era reformasi, terjadi perubahan sosial yang sangat cepat di negeri ini, dimana masyarakat merasa lebih bebas untuk mengekspresikan dirinya dengan berbagai bentuk dan cara. Misalnya dalam nilai-nilai lama, orang lebih berorientasi pada kepatuhan dan budi pekerti yang baik, sedangkan nilai-nilai yang baru tumbuh adalah dimana orang lebih banyak untuk menganut kebebasan dan berorientasi pada materi. Dan di sinilah timbul cara-cara yang dapat diterima oleh masyarakat atau cara yang halal atau cara terobosan yang sulit diterima oleh masyarakat, seperti brutalisme, kekerasan serta berbagai bentuk kejahatan lainnya.

Pemahaman tentang demokrasi dan hak asasi manusia yang mengemuka hanya memanifestasikan sikap dan tindakan anarkisme dan brutalisme di kalangan masyarakat yang pada akhirnya dapat mengendorkan tali perekat persatuan dan kesatuan bangsa. Hal lain yang tidak boleh terlupakan, yaitu bahwa bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa transisi, dari masa sistem birokrasi kekuasaan ke arah masa sistem kerakyatan. Dalam masa transisi ini muncul proses demokratisasi masyarakat sipil yang menuntut peluang kebebasan, keterbukaan dan ruang gerak partisipasi politik seluruh anggota masyarakat melalui tema-tema perjuangan demokrasi dan hak asasi manusia.

Melihat fenomena brutalisme yang kerap terjadi di kalangan masyarakat sekarang ini, membuat semua pihak wajib untuk berperan aktif, baik pemerintah, lembaga penegak hukum maupun seluruh masyarakat. Menurut Erich From, kekerasan dan brutalisme di abad modern ini bukan karena aspek bawaan, tetapi diciptakan oleh kondisi sosial. Misalnya, proses industrialisasi menciptakan keterasingan. Keterasingan lalu menciptakan pemujaan yang berlebihan terhadap idola. Dan pada saat seseorang mengidolakan sesuatu, ia kehilangan kontrol atas dirinya.[1]

Rentetan peristiwa yang dapat kita lihat selama ini di masyarakat, seolah-olah menunjukkan adanya pembiaran dan pelegalan aksi brutalisme di kalangan masyarakat. Seperti kasus yang terjadi kepada jemaat Ahmadiyah, pengrusakan kampung di Lampung, pengrusakan terhadap Busway di Jakarta, dan lain sebagainya, semakin menegaskan bahwa kurangnya peran penegak hukum maupun pemerintah dalam hal mencegah serta menanggulangi setiap bentuk kekerasan dan brutalisme.

Menurut aliran Taoisme, berbuat kebajikan artinya seseorang telah melakukan wu-wei, yakni tidak berbuat hal-hal, yang bertentangan dengan hukum alam, menjada keseimbangan hidup, berpegang pada pembawaan kodrat, dan hidup dalam kewajaran. Dengan berbuat kebajikan seseorang memiliki kekuatan moral, karena manusia dapat hidup bersama dan menghidupi sesamanya atas dasar kesucian hati yang murni ikhlas.[2]




[1]  Desantara Report. Vol I/ Edisi 9/ 2010
[2]  Studi tentang Etika, Iriyanto Widisuseno. Jurnal Hukum, Vol. XVII, No. 1 Maret 2007

0 comments:

Post a Comment