Pages

Powered by Blogger.

Monday, October 22, 2012

Apa itu Hak Paten?


Berdasarkan UU No. 14 tahun 2001: Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi. Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.

Hak paten ini diberikan untuk jangka waktu tertentu, setelah itu hasil penemuannya menjadi milik umum. Setiap hasil penemuan yang telah dipatenkan, penemunya akan mendapatkan hak monopoli untuk melaksanakan atau mendayagunakan hasil temuannya tersebut. Dengan hak monopoli tersebut, penemu paten diwajibkan melaksanakan paten tersebut, yang berarti jika yang bersangkutan tidak melaksanakannya, patennya dicabut.

Dalam UU Paten, penyelesaian sengketa paten dapat dilakukan melalui proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan (Pengadilan Niaga) maupun di luar pengadilan. Mengingat proses pengadilan yang pada umumnya memakan waktu yang lama dan biaya yang besar, penyelesaian sengkera paten dapat dilakukan melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa, selain relatif lebih cepat, biayanya pun lebih ringan.

Kasus Hak Paten Guaymi 1996


Kasus ini diawali dengan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Centers for Disease Control (CDC) of the United States Department of Health and Human Service dan National Institutes of Health (NIH), bekerja sama dengan para ilmuwan Panama, untuk mengambil contoh darah dari penduduk setempat (Guaymi), peneliti mengatakan kepada orang yang akan diambil darahnya bahwa mereka terancam suatu penyakit tertentu, sehingga pengambilan contoh darah itu merupakan salah satu upaya penting untuk mengatasinya.

Salah seorang wanita yang menderita Leukemia ditemukan bahwa dalam darahnya terdapat suatu sel (T-cell) yang mempunyai kegunaan atau manfaat untuk menolak penyakit. Hasil penelitian atas T-cell inilah, NIH mengajukan paten kepada USPTO (United States Patent and Trademark Office) dan juga melalui mekanisme Patent Cooperation Treaty (PCT). NIH mengajukan paten tersebut tanpa izin atau tanpa memberitahu wanita yang menjadi objek penelitian, juga tidak memberitahu anggota suku Guaymi lainnya. Tidak juga kepada Pemerintah Panama dan para ilmuwan yang bekerja sama dengan mereka, dan juga tanpa mempertimbangkan sensitivitas budaya dan kepercayaan masyarakat Guaymi. Tentu saja hal ini membuat marah berbagai pihak termasuk Isidro Acosta, Presiden dari General Congress of the Ngobe-Bugle (Guaymi), ia menulis surat kepada Sekretaris USPTO dan GATT, menyatakan bahwa: “... making living cells ... patented private property ... is against all Guaymi traditions and Laws”.[1]

Pada akhirnya, pengajuan paten itu ditarik kembali oleh NIH, tetapi alasan penarikan itu agak aneh, yaitu karena tingginya biaya untuk memperoleh paten tersebut.




[1]  Afrillyanna Purba, Pemberdayaan Perlindungan Hukum Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional sebagai Sarana Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Penerbit PT Alumni, Bandung, 2012, hlm. 289

Kejahatan Internasional


Kejahatan internasional adalah perbuatan yang secara internasional diakui sebagai kejahatan, dimana  hal itu dianggap sebagai masalah serius yang menjadi perhatian internasional dan untuk beberapa alasan yang valid hal tersebut tidak dapat ditinggalkan dalam juridiksi ekslusif negara yang memiliki hak untuk mengaturnya dalam keadaan yang biasa.

Menurut Statuta Roma tahun 1998 tentang Mahkamah Pidana Internasional, kejahatan yang yang termasuk dalam lingkup kejahatan Internasional ada 4 yaitu :
Kejahatan Genosida (genocide)
Adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk menghancurkan seluruhnya atau sebagian suatu kelompok nasional, etnis, ras atau keagamaan, perbuatan tersebut diantaranya :
1.    Membunuh kelompok tersebut
2.    Menimbulkan luka atau mental yang serius terhadap para anggota kelompok tersebut
3.    Secara sengaja menimbulkan kondisi kehidupan atas kelompok tersebut yang diperhitungkan akan menyebabkan kehancuran fisik secara keseluruhan atau untuk sebagian
4.    Memaksakan tindakan-tindakan yang dimaksud untuk mencegah kelahiran dalam kelompok tersebut
5.    Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok itu pada kelompok lain.

Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (crimes against humanity)
Adalah setiap perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas atau sistematik yang ditujukan kepada suatu kelompok penduduk sipil, dengan mengetahui serangan itu. Perbuatan tersebut diantaranya :
1.    Pembunuhan
  1. Pemusnahan / Pembasmian
  2. Perbudakan
  3. Deportasi atau pemindahan paksa penduduk
  4. Memenjarakan atau perampasan berat atas kebebasan fisik dengan melanggar aturan-aturan dasar hukum internasional
  5. Perkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan prostitusi, penghamilan paksa, pemaksaan sterilisasi, atau suatu bentuk kekerasan seksual lain yang cukup berat
  6. Kejahatan apartheid
  7. Perbuatan tidak manusiawi lainnyayang memiliki  karakter yang sama yang secara internasional mengakibatkan penderitaan yang besar, luka serius terhadap tubuh, atau terhadap mental , atau kesehatan fisik seseorang.

    Kejahatan Perang  (War Crimes)
Dalam Statuta Roma Kejahatan Perang adalah Merujuk kepada Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949, bahwa perbuatan melawan hak  seseorang atau kepemilikan seseorang  berikut ini dilindungi dibawah ketentuan-ketentuan yang diatur dalam konvensi Jenewa, yaitu:
a)    pembunuhan sengaja;
b)    penyiksaan atau perlakuan tidak manusiawi, termasuk percobaan-percobaanbiologi;
c)    Perbuatan yang dikendaki untuk menimbulkan penderitaan yang  dalam, atau lukabadan maupun kesehatan yang serius;
d)    Perusakan secara luas dan perampasan terhadap milik seseorang, tidakberdasarkan keperluan militer dan dilakukan secara melawan hukum danserampangan;
e)    Pemaksaan terhadap tawanan perang atau orang yang dilindungi lainnya untuk melayani dalamancaman kekuasaan musuh;
f)     Upaya untuk menghalang-halangi yang dilakukan dengan sengaja terhadap tawananperang atau orang yang dilindungi yang mana mereka memiliki hak untukmendapatkan Mahkamah secara adil dan sewajarnya;
g)    Deportasi secara melawan hukum atau pemindahan atau penahanan secara melawanhukum;
h)   Penyanderaan

Kejahatan Agresi (crimes of aggression)
Mahkamah Pidana Internasional belum mendefinisikan pengertian kejahatan ini.
Dalam naskah rancangan ketiga Undang – Undang Pidana Internasional atau The Internasional Criminal code tahun 1954, telah ditetapkan 13 kejahatan Internasional yaitu :
1- Tindakan persiapan untuk Agresi dan tindakan Agresi
2-  Persiapan penggunaan kekuatan bersenjata terhadap negara lain (kecuali dalam rangka “self - defence”)
3- Mengorganisasi atau memberikan dukungan persenjataan yang ditujukan untuk memasuki wilayah suatu negara.
4-  Memberikan dukungan untuk dilakukan tindakan terorisme di negara asing
5-  Setiap pelanggaran atas perjanjian pembatasan senjata yang disetujui
6-  Aneksasi wilayah asing
7-  Genocide
8-  Pelanggaran atas kebiasaan dan hukum perang
9-  Setiap pemufakatan, pembujukan, dan percobaan untuk melakukan tindak pidana pada butir 8 diatas.
10- Piracy
11- Slavery
12- Apartheid
13- Threat and use of force against internatinally protected person

Alasan Mempelajari Kriminologi


Dengan kriminologi kita dapat memperoleh pengertian yang lebih mendalam mengenai perilaku manusia, dan lembaga-lembaga masyarakat yang memperngaruhi kecenderungan dan penyimpangan norma-norma hukum.

Menurut Paul Moedikdo, bahwa dengan mempelajari Kriminologi terutama untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap penyimpangan norma-norma dan nilai, baik yang diatur dalam hukum pidana maupun yang tidak diatur, khususnya perilaku yang karena sifatnya sangat merugikan manusia dan masyarakat. Dan untuk memperoleh pemahaman reaksi sosial terhadap penyimpangan itu.

Terhadap hukum pidana, Kriminologi dapat berfungsi sebagai tinjauan terhadap hukum pidana yang berlaku, dan memberikan rekomendasi guna pembaharuan hukum pidana. Bagi sistem peradilan pidana, kriminologi berguna sebagai sarana kontrol bagi jalannya peradilan, sebab jika hanya menggunakan sarana Hukum Positif saja, maka jalannya persidangan akan mandek.

Penemuan-penemuan yang menyimpang oleh kriminologi dalam proses peradilan pidana, sangat bermanfaat bagi politik kriminal pada umumnya dan politik hukum pidana pada khususnya, oleh karena itu dapat dijadikan bahan bagi kriminalisasi, dekriminalisasi atau perubahan undang-undang.

Bagi politik hukum pidana, kriminologi berguna untuk melaksanakan kebijaksanaan, yang melaksanakannya adalah unsur-unsur pelaksana politik kriminal. Dalam melaksanakan politik, orang mengadakan penilaian dan melakukan pemilihan dari sekian alternatif yang dihadapi. Menjalankan politik kriminal atau  khususnya menjalankan politik hukum pidana juga mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan yang paling baik, dalam arti memenuhi syarat keadilan dan kemanfaatan.

Maka dengan demikian, tujuan kriminologi atau manfaat dari kriminologi adalah sebagai Science for the interest of the power elite, atau Kriminologi dapat dikatakan sebagai kontrol sosial terhadap pelaksanaan hukum pidana.



sumber: Yesmil Anwar, Kriminologi

Perkembangan Kriminologi Dalam Sebuah Aliran


1.      Aliran Klasik
Aliran ini, dengan Doctrine of free will nya, mendasarkan pada filsafat hedonistis yang memandang bahwa manusia mempunyai kebebasan memilih perbuatan yang dapat memberikan kebahagiaan dan menghindari perbuatan-perbuatan yang akan memberikan penderitaan. Menurut Beccaria, setiap orang yang melanggar hukum telah memperhitungkan rasa sakit yang diperoleh dari perbuatan tersebut.
Beccaria, dalam kritiknya, pada intinya adalah menentang terhadap hukum pidana, hukum acara pidana dan sistem penghukuman. Landasan dari Aliran Kriminologi Klasik ini adalah bahwa individu dilahirkan bebas dengan kehendak bebas (free will).
Aliran Klasik berpandangan bahwa setiap orang yang melanggar undang-undang tertentu harus menerima hukuman yang sama tanpa mengingat umur, kesehatan jiwa, kaya, miskin, posisi sosial atau keadaan lainnya. Hukuman harus dijatuhkan secara berat, akan tetapi proporsional, serta untuk atau dimaksudkan memperbaiki pribadi si penjahat.
Berdasarkan pemikiran di atas, Beccaria menuntut adanya persamaan di depan hukum bagi semua orang dan keadilan dalam menerapkan sanksi.

2.      Aliran Kartografik
Ketidakpuasan para ahli kriminologi terhadap Aliran Klasik, maka Aliran Kartografis mulai muncul ke tengah-tengah lapangan kriminologi. Aliran ini sama dengan ajaran ekologis. Yang dipentingkan dalam ajaran ini adalah distribusi kejahatan dalam daerah-daerah tertentu, baik secara geografis maupun secara sosialis. Dianggapnya kejahatan merupakan suatu ekspresi dari kondisi-kondisi sosial.
Mazhab ini tidak hanya meneliti jumlah dari kriminalitas secara umum saja, juga melakukan studi khusus tentang juvenile delinquency seta mengenai kejahatan profesional yang saat itu cukup menonjol. Aliran ini memperhatikan penyebaran kejahatan pada wilayah tertentu berdasarkan faktor geografik dan sosial, yang dinamakan dengan kejahatan adalah perwujudan dari kondisi-kondisi sosial yang ada.

3.      Aliran Sosialis
Sosialisme sebagai ideologi, menurut penganut Marxisme, model dan gagasan sosialis dapat dirunut hingga ke awal sejarah manusia dari sifat dasar manusia sebagai makhluk sosial.
Sejak abad ke-19, cabang aliran sosialisme telah berkembang ke banyak aliran yang berbeda, yaitu: Anarkisme, terutama sosialisme libertatian, Anarkosindikalisme, Komunisme, Marhaenisme, Marxisme, Sindikalisme, Sosialisme Afrika, Sosialisme Arab, Sosialisme Demokratik, Sosialisme International, Sosialisme Kristen, Sosialisme Utopia.
Sosialisme sebagai sistem ekonomi, sistem ekonomi sosialisme sebenarnya cukup sederhana. Berpijak pada konsep Karl Marx tentang penghapusan kepemilikan swasta dihapuskan dalam beberapa komoditas penting dan menjadi kebutuhan masyarakat banyak.
Semangat Marx akan kedatangan masyarakat sosialis dicoba diterangkan atas dasar-dasar ekonomi. Marx mengemukakan empat hukum gerak, yaitu; teori konsentrasi, teori akumulasi, teori verelendung, dan teori krisis.
Seperti halnya penolakan Mazhab Klasik oleh Mazhab Kartografik, maka mazhab ini pun mendapat banyak penolakan dari Aliran Sosialis sejak pada tahun 1850-an. Menurut mazhab ini, kejahatan dipengaruhi oleh adanya tekanan ekonomi, maka dengan demikianuntuk melawan kejahatan ini harus diadakan peningkatan ekonomi, dengan kata lain kemakmuran akan mengurangi tingkat terjadinya kejahatan.
Kemudian dalam perkembangannya, mazhab tersebut disebut sebagai ajaran sosialis, yang menjadi pusat perhatiannya adalah ajaran determinisme ekonomi. Dalam ajaran ini, kejahatan dipandang sebagai hasil, sebagai akibat atau sebagai akibat lainnya saja. Ajaran ini menghubungkan kondisi kejahatan dengan kondisi ekonomi yang dianggap memiliki hubungan sebab akibat. Walaupun dengan demikian, ajaran ini dapat dikatakan ilmiah, sebab ajarannya dimulai dengan sebuah hipotesa dan kumpulan bahan-bahan nyata dan menggunakan cara yang memungkinkan orang lain untuk mengulangi penyelidikan dan untuk menguji kembali kesimpulan-kesimpulannya.

4.      Aliran Positif
Penolakan terhadap mazhab sosialis dilancarkan oleh kaum-kaum tipologik, yakni mereka yang menganggap bahwa kejahatan bukan hasil dari pengaruh ekonomi, namun kejahatan dihasilkan dari pengaruh perilaku manusia itu sendiri. Aliran ini bertolak pada pandangan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh faktor-faktor di luar kontrolnya, baik yang berupa faktor biologik maupun yang kultural.
Dalam aliran ini manusia diakui sebagai makhluk yang mempunyai kehendak bebas menentukan pilihannya, akan tetapi aliran ini berpendapat bahwa kehendak manusia tersebut tidak terlepas dari pengaruh faktor lingkungannya. Aliran ini berpegang pada keyakinan bahwa kehidupan seseorang dikuasai oleh hukum sebab-akibat.
Aliran Positif mempunyai landasan berpikir sebagai berikut:
a.       Kehidupan manusia dikuasai oleh hukum sebab akibat;
b.      Masalah-masalah sosial seperti kejahatan, dapat diatasi dengan melakukan studi secara sistematis mengenai tingkah laku manusia;
c.       Tingkah laku kriminal adalah hasil dari kondisi abnormalitas yang mungkin saja abnormalitas ini terletak pada individu atau juga pada lingkungannya;
d.      Tanda-tanda abnormalitas tersebut dapat dibandingkan dengan tanda-tanda yang normal;
e.       Abnormalitas ini dapat diperbaiki, maka penjahat pun dapat diperbaiki;
f.       Treatment lebih menguntungkan bagi penyembuhan penjahat, sehingga tujuan dari sanksi bukanlah menghukum melainkan memperlakukan atau membina pelaku kejahatan.
Namun dalam perkembangan selanjutnya, ternyata Aliran Klasik atau Aliran Positif tidak dapat bertahan lama, aliran-aliran ini kembali mendapat kritikan dari aliran atau mazhab Sosiologis. Dalam lapangan kriminologi, aliran ini paling banyak melahirkan variasi-variasi dan perbedaan-perbedaan analisa dari sebab musabab kejahatan.

5.      Aliran Sosiologis
Aliran sosiologis sebenarnya merupakan pengembangan dari ajaran Enrico Ferri, yang mengatakan bahwa setiap kejahatan adalah hasil dari unsur-unsur yang terdapat dalam individu, masyarakat, dan keadaan fisik. Aliran ini berpendapat bahwa “Crime as a function of social environtment ... That criminal behavior results from the same processes as other social behaviour”. Maka dengan demikian menurut aliran ini, proses terjadinya tingkah laku jahat tidaklah berbeda dengan tingkah laku lainnya, termasuk tingkah laku yang baik.


sumber: Yesmil Anwar, Kriminologi

Thursday, October 18, 2012

Alasan Pembatalan Vonis Mati


Majelis Hakim PK mengajukan sejumlah pertimbangan dalam putusan membatalkan vonis mati yang dikutip dari Putusan bernomor 39 PK/Pid.Sus/2011 dari laman resmi MA:

1.      Berdasarkan yurisprudensi MA yang berlaku umum mengenai berat ringannya/ukuran hukuman adalah menjadi wewenang judex facti (pengadilan negeri), bukan wewenang judex juris (tidak tunduk pada kasasi).

2.      Tujuan pemidanaan adalah bersifat edukatif, korektif, dan preventif.

3.      Untuk menjaga disparitas hukuman terhadap tindak pidana yang sama yang dilakukan oleh terdakwa yang secara nyata telah dilakukan secara bersama-sama dan terhadap pelaku yang lainnya telah mendapatkan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap.

4.      Mendasari Declaration of Human Right article 3 : "everyone has the right to life, liberty and security of person". Bahwa setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai individu.

5.      Hukuman mati bertentangan dengan Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 dan melanggar Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1989 tentang HAM yang berbunyi, 
"Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan dan oleh siapa pun".

6.      Dengan adanya klausul tidak dapat dikurangi dalam keadaan dan oleh siapa pun dapat diartikan sebagai tidak dapat dikurangi, dan diabaikan oleh siapa pun termasuk dalam hal ini oleh pejabat yang berwenang sekalipun, tidak terkecuali oleh putusan hakim/putusan pengadilan.

7.   Dengan adanya kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata oleh majelis hakim dalam tingkat kasasi dalam memutus perkara No. 455 K/Pid.Sus/2007 tanggal 28 November 2007 serta demi memenuhi rasa keadilan dan hak asasi manusia, beralasan hukum apabila putusan kasasi tersebut dibatalkan oleh majelis peninjauan kembali.