Penulis: Alfonsius JP Siringoringo
Keturunan
Keturunan adalah
ketunggalan leluhur, artinya ada perhubungan darah antara orang yang seorang dan
orang lain. Dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan darah, jadi yang
tunggal leluhur, adalah keturunan yang seorang dari yang lain. Pada umumnya ada
akibat-akibat hukum yang berhubungan dengan keturunan, bergandengan dengan
ketunggalan leluhur; akibat-akibat hukum ini tidak semua sama di seluruh
daerah, tetapi dalam kenyataannya terdapat satu pandangan pokok yang sama
terhadap masalah keturunan ini di seluruh daerah, yaitu bahwasanya keturunan
merupakan unsur yang esensial serta mutlak bagi suatu clan, suku ataupun
kerabat yang menginginkan dirinya tidak punah, yang menghendaki supaya ada
generasi penerusnya. Individu sebagai keturunan mempunyai hak dan kewajiban
tertentu yang berhubungan dengan kedudukannya dalam keluarga yang bersangkutan.
Keturunan dapat
bersifat:
·
Lurus, apabila orang yang satu itu
merupakan langsung keturunan yang lain.
·
Menyimpang atau bercabang, apabila
antara kedua orang atau lebih itu terdapat adanya ketunggalan leluhur.
Selain keturunan itu
dapat bersifat lurus atau menyimpang, keturunan ada tingkatan-tingkatan atau
derajat-derajatnya. Tiap kelahiran merupakan satu tingkatan atau derajat, jadi
misalnya seorang anak merupakan keturunan tingkat 1 dari bapaknya, cucu
merupakan keturunan tingkat 2 dari kakeknya, aku dengan saudaraku sekandung
merupakan hubungan kekeluargaan tingkat 2 dan lain sebagainya.
Lazimnya untuk
kepentingan keturunannya, dibuatkan silsilah yaitu suatu bagan dimana
digambarkan dengan jelas garis-garis keturunan dari seseorang atau
suami/isteri, baik yang lurus ke atas, lurus ke bawah maupun yang menyimpang.
Dari silsilah ini nampak jelas hubungan kekeluargaan yang ada di antara para
warga keluarga yang bersangkutan. Dan hubungan kekeluargaan ini merupakan
faktor yang sangat penting dalam:
·
Masalah perkawinan, yaitu untuk
meyakinkan apakah ada hubungan kekeluargaan yang merupakan larangan untuk
menjadi suami-isteri.
·
Masalah waris, hubungan kekeluargaan
merupakan dasar pembagian harta peninggalan.
Hubungan Anak dan Orang tuanya
Anak kandung memiliki
kedudukan yang terpenting dalam tiap somah masyarakat adat. Maka sejak anak
masih dalam kandungan hingga dilahirkan, bahkan kemudian dalam pertumbuhan
selanjutnya disertai upacara adat yang bersifat relio-magis yang bertujuan
melindungi anak beserta ibu yang mengandungnya dari segala bahaya dan gangguan
dan menjadi anak yang dapat memenuhi harapan orangtuanya. Di samping upacara
adat, diadakan pula sesajen demi keselamatan anak tersebut. Demikianlah
perhatian orang tua terhadap anaknya hanya dengan satu tujuan, yaitu supaya
anak senantiasa mendapat perlindungan dan berkah dari Yang Maha Kuasa dan
leluhurnya serta memperoleh bantuan dari segala kekuatan gaib di sekelilingnya.
Tetapi sayangnya tidak
semua kejadian berjalan dengan normal. Kita melihat dalam masyarakat adanya
kejadian-kejadian abnormal sebagai berikut:
a. Anak
lahir di luar perkawinan.
Tidak semua daerah mempunyai pandangan
yang sama. Di Mentawai, Timor, Minahasa dan Ambon, ibu yang melahirkan tersebut
dianggap sebagai ibu anak yang bersangkutan. Jadi biasa seperti kejadian normal
seorang wanita melahirkan anak dalam perkawinannya yang sah. Tetapi di beberapa
daerah lainnyaa ada pendapat yang wajib mencela keras si ibu yang tidak kawin
beserta anaknya, bahkan mereka semula lazimnya dibuang dari persekutuan dan
juga dibunuh ataupun dijadikan sebagai budak raja.
b. Anak
lahir karena hubungan zinah.
Apabila seorang isteri melahirkan anak
karena hubungan gelap dengan seorang pria lain bukan suaminya, maka menurut
hukum adat, suaminya itu menjadi bapak anak yang dilahirkan tersebut, kecuali
apabila sang suami ini berdasarkan alasan-alasan yang dapat diterima, dapat
menolak menjadi bapak anak yang dilahirkan oleh isterinya karena zinah ini.
c. Anak
lahir setelah perceraian.
Anak yang dilahirkan setelah bercerai,
menurut adat mempunyai bapak bekas suami wanita yang melahirkan itu, apabila
kelahirannya terjadi masih dalam batas-batas waktu mengandung. Pada waktu yang
lalu masih banyak dijumpai seorang laki-laki yang memelihara selir di samping isterinya
sendiri.
Anak yang lahir dari selir-selir ini mempunyai
kedudukan serta hak-hak yang tidak sama dengan anak-anak dari isteri. Anak-anak
dari isteri mempunyai hak-hak lebih banyak. Hubungan anak dengan orang tua ini
menimbulkan akibat-akibat hukum sebagai berikut; Larangan kawin antara
anak-bapak atau anak-ibu dan saling berkewajiban memelihara dan memberi nafkah.
Hubungan Anak Dengan Keluarga
Pada umumnya hubungan
anak dengan keluarga sangat tergantung dari keadaan sosial dalam masyarakat
yang bersangkutan. Di Indonesia terdapat persekutuan yang susunannya
berlandaskan tiga macam garis keturunan, yaitu garis keturunan ibu, bapak dan
bapak-ibu.
Dalam garis keturunan
bapak-ibu, maka hubungan anak dengan keluarga dari pihak bapak ataupun dengan
keluarga dari pihak ibu adalah sama eratnya ataupun derajatnya. Lain halnya
dalam persekutuan yang sifat susunan kekeluargaannya adalah unilateral, yaitu
patrilineal atau matrilineal. Dalam persekutuan ini, maka hubungan antara anak
dengan keluarga dari kedua belah pihak adalah tidak sama eratnya, derajatnya
dan pentingnya.
Memelihara
Anak Piatu
Apabila dalam
suatu keluarga, salah satu dari orang tuanya, bapak atau ibunya, tidak ada
lagi, maka kalau masih ada anak-anak yang belum dewasa, dalam susunan keturunan
pihak bapak-ibu orang tua yang masih hidup yang memelihara anak-anak tersebut
lebih lanjut.
Jika kedua-dua
orang tua sudah tidak ada lagi, maka yang memelihara anak-anak yang
ditinggalkan adalah salah satu dari keluarga pihak bapak atau ibu yang terdekat
serta biasanya juga yang keadaannya yang paling memungkinkan untuk keperluan
itu. Dalam hal ini, pada umumnya sangat menentukan lingkungan di mana anak
tersebut semasa masih hidupnya orang tua diasuh, kalau pengasuhan sebelumnya
dilakukan dalam lingkungan keluarga pihak ibu, maka setelah ditinggalkan orang
tuanya, anak-anak yang belum dewasa itu sudah biasa hidup di kalangan kerabat
pihak ibu, sehingga mengingat akan hal ini, demi kepentingan anak-anak sendiri
lazimnya pemeliharaan seterusnya dilakukan oleh seorang warga keluarga pihak
ibu. Dan demikian halnya juga apabila sebelumnya pemeliharaan anak-anak
dilakukan dalam lingkungan kerabat pihak bapak. Anak yang sudah besar pada
umumnya memilih sendiri ingin selanjutnya dipelihara oleh siapa.
Mengangkat
Anak (Adopsi)
Adopsi
adalah suatu perbuatan pengambilan anak
orang lain ke dalam keluarga sendiri demikian rupa, sehingga antara orang yang
memungut anak dan anak yang dipungut itu timbul suatu hubungan kekeluargaan
yang sama seperti yang ada antara orang tua dengan anak kandung sendiri.
Perbuatan mengangkat anak demikian ini adalah merupakan gejala yang umum dalam
negara Indonesia. Dilihat dari sudut anak yang dipungut, maka dapat dicatat
adanya pengangkatan anak yang berikut:
a.
Mengangkat
anak bukan warga keluarga
Anak itu diambil dari lingkungan asalnya
dan dimasukkan dalam keluarga orang yang mengangkat ia menjadi anak angkat.
Lazimnya tindakan ini disertai dengan penyerahan barang-barang magis atau
sejumlah uang kepada keluarga anak semula.
Alasan adopsi adalah pada umumnya takut
tidak ada keturunan. Kedudukan hukum daripada anak yang diangkat demikian
adalah sama dengan anak kandung daripada suami-isteri yang mengangkat ia,
sedangkan hubungan kekeluargaan dengan orang tua sendiri secara adat menjadi
putus. Adopsi harus terang, artinya wajib dilakukan dengan upacara adat serta
dengan bantuan kepala adat.
b.
Mengangkat
anak dari kalangan keluarga
Di Bali perbuatan ini disebut
nyentanayang. Anak lazimnya diambil dari salah satu clan yang ada hubungan
tradisionalnya, yaitu yang disebut purusa, tetapiakhir-akhir ini dapat pula
anak diambil dari luar clan itu. Bahkan di beberapa desa dapat pula diambil
anak dari lingkungan keluarga isteri (pradana).
Dalam keluarga dengan selir-selir
(gundik), maka apabila isteri tidak mempunyai anak, biasanya anak-anak dari
selir-selir itu diangkat dijadikan anak isterinya.
c.
Mengangkat
anak dari kalangan keponakan-keponakan
Mengangkat keponakan menjadi anak itu
sesungguhnya merupakan pergeseran
hubungan kekeluargaan dalam lingkungan keluarga. Lazimnya mengangkat
keponakan ini tanpa disertai dengan pembayaran-pembayaran uang ataupun
penyerahan sesuatu barang kepada orang tua anak yang bersangkutan yang pada
hakikatnya masih saudara sendiri dari orang yang memungut anak.
Selain dari pada pengangkatan anak
seperti tersebut, masih dikenal juga pemungutan anak yang maksud serta
tujuannya bukan semata-mata untuk memperoleh keturunan, melainkan lebih
dimaksudkan untuk memberikan kedudukan hukum kepada anak yang dipungut itu yang
lebih baik dan menguntungkan daripada yang dimiliki semula.
Perbuatan-perbuatan yang demikian ini
adalah misalnya:
a.
Mengangkat
anak laki-laki dari seorang selir menjadi anak laki-laki isterinya. Perbuatan
hukum ini sangat menguntungkan anak yang bersangkutan sebab anak tersebut
dengan pengangkatan itu menjadi memperoleh hak untuk menggantikan kedudukan
ayahnya.
b.
Mengangkat
anak tiri menjadi anak sendiri karena tidak mempunyai anak sendiri.
0 comments:
Post a Comment