Pages

Powered by Blogger.

Thursday, April 19, 2012

TATA SUSUNAN RAKYAT DI INDONESIA

Penulis: Alfonsius JP Siringoringo


Ø Persekutuan Hukum
Van Vollenhoven menegaskan bahwa untuk mengetahui hukum, maka adalah terutama perlu diselidiki pada waktu apa pun dan di daerah mana pun, sifat dan susunan badan-badan persekutuan hukum, dimana orang-orang yang dikuasai oleh hukum itu hidup sehari-hari. Persekutuan hukum merupakan kesatuan-kesatuan yang mempunyai tata susunan yang teratur dan kekal serta memiliki pengurus sendiri dan kekayaan sendiri, baik kekayaan materiil maupun kekayaan immateriil.
Famili bertindak sebagai kesatuan terhadap famili lain, terhadap orang asing serta terhadap Pemerintah atasan. Di samping itu, mempunyai wilayah sendiri dan bertindak sebagai kesatuan terhadap dunia luar, tidak mungkin desa itu dibubarkan.
Ø Struktur Persekutuan Hukum
Untuk memperoleh gambaran tentang struktur persekutuan hukum di Indonesia, terlebih dahulu harus dimengerti arti serta pengaruh faktor-faktor teritorial dan genealogis dalam timbulnya persekutuan. Faktor teritorial yaitu faktor terikat pada suatu daerah tertentu, ternyata merupakan faktor yang mempunyai peranan yang terpenting dalam tiap timbulnya persekutuan hukum. Faktor genealogis yaitu faktor yang melandaskan kepada pertalian darah suatu keturunan, dalam kenyataannya tidak menduduki peranan yang penting dalam timbulnya suatu persekutuan hukum. Menurut dasar tata-susunannya, maka struktur persekutuan hukum di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua, yaitu Genealogis (berdasar pertalian suatu keturunan) dan Teritorial (berdasar lingkungan daerah).
Maine menamakan dasar keturunan ini tribal constitution sedangkan dasar daerah yaitu teritorial constitution.Tribal constitution adalah semula merupakan satu-satunya dasar, sedangkan teritorial constitution baru kemudian timbulnya.
Persekutuan genealogis, apabila seseorang menjadi anggota persekutuan tergantung dari pada pertanyaan, apakah orang itu masuk suatu keturunan yang sama.
Ada 3 macam dasar pertalian keturunan sebagai berikut:
a.     Pertalian darah menurut garis bapak (patrilineal).
b.    Pertalian darah menurut garis ibu (matrilineal).
c.     Pertalian darah menurut garis ibu dan bapak (parental).
Persekutuan teritorial, apabila keanggotaan seseorang tergantung dari pada bertempat tinggal di dalam lingkungan daerah persekutuan itu atau tidak. Ada  3 jenis persekutuan hukum teritorial, yaitu :
a.     Persekutuan desa, apabila ada segolongan orang terikat pada satu tempat kediaman.
b.    Persekutuan daerah, apabila di dalam suatu daerah tertentu terletak beberapa desa yang masing-masing mempunyai tata-susunan dan pengurus sendiri yang jelas.
c.     Perserikatan (beberapa kampung), apabila beberapa persekutuan kampung yang terletak berdekatan mengadakan permufakatan untuk memelihara kepentingan bersama.
Tentang struktur persekutuan hukum, Van Vollenhoven menjelaskan bahwa persekutuan hukum di Indonesia mengingat akan strukturnya, dapat dipisah-pisahkan dalam 4 golongan. Keempat golongan itu adalah :
a.     Golongan I, persekutuan hukum yang berupa kesatuan genealogis.
b.    Golongan II, persekutuan hukum yang berupa kesatuan teritorial dengan di dalamnya terdapat kesatuan-kesatuan genealogis.
c.     Golongan III, persekutuan hukum yang berupa kesatuan teritorial tanpa kesatuan genealogis di dalamnya, melainkan dengan atau tidak dengan kesatuan/teritorial yang lebih kecil.
d.    Golongan IV, persekutuan hukum yang berupa kesatuan teritorial dengan di dalamnya terdapat persekutuan/badan hukum yang sengaja didirikan oleh warga.
Dalam garis besarnya prinsip penggolongan di sebagian besar daerah adalah sebagai berikut:
a.     Termasuk golongan pertama, pemilik sawah/ladang/tegalan dengan pekarangan.
b.    Termasuk golongan kedua, pemilik pekarangan saja.
c.     Termasuk golongan ketiga, orang-orang yang tidak memiliki tanah.
Cara-cara orang dari luar masuk ke dalam badan persekutuan hukum sebagai anggota, teman segolongan, yaitu:
a.     Pada zaman yang lampau masuk sebagai hamba, budak.
b.    Karena pertalian perkawinan, seperti halnya di Tapanuli.
c.     Dengan jalan pengambilan anak, sehingga orang yang semula bukan famili, dapat menjadi famili dan masuk sebagai anggota golongan.
Ø Lingkaran Hukum Adat Atau Lingkungan Hukum Adat
Van Vollenhoven menyebut suatu daerah di dalam daerah mana garis-garis besar, corak dan sifatnya hukum adat yang berlaku di situ seragam “rechtskring”, yang kalau disalin dalam bahasa Indonesia menjadi lingkaran hukum/lingkungan hukum. Tiap lingkungan hukum tersebut dapat dibagi-bagi lagi dalam kukuban hukum. Di antara kukuban hukum masing-masing, terdapat perbedaan corak hukum adat yang berlaku di dalam wilayahnya, tetapi perbedaan-perbedaan itu tidak sebesar perbedaan di antara lingkungan hukum. Kemajuan dalam segala bidang, menyebabkan daerah-daerah yang terpencil yang semula terasing dari keramaian kehidupan bangsa Indonesia, terbuka serta menjadi aktif turut serta pula dalam keramaian kehidupan, sehingga batas-batas antara lingkungan hukum asing itu lambat laun menjadi kurang tegas untuk akhirnya lenyapnya batas-batas ini.
Ø Tata Susunan Persekutuan Hukum
Dari uraian Van Vollenhoven dan Ter Haar, dapat ditemukan garis-garis ataupun dasar-dasar umum dalam tata susunan persekutuan hukum, yaitu :
a.     Segala badan persekutuan hukum ini dipimpin oleh Kepala rakyat.
b.    Sifat dan susunan pimpinan itu erat hubungannya dengan sifat serta susunan tiap-tiap jenis badan persekutuan hukum yang bersangkutan.

Ø Sifat Pimpinan Kepala-Kepala Rakyat
Sifat pimpinan kepala rakyat adalah sangat erat hubungannya dengan sifat, corak serta suasana masyarakat di dalam badan-badan persekutuan hukum tersebut. persekutuan hukum adalah bukan persekutuan kekuasaan(gezagsgemeenschap). Kehidupan dan penghidupan masyarakat di dalam persekutuan hukum itu bersifat kekeluargaan; badan persekutuan hukum itu merupakan kesatuan hidup bersama (levensgemeenschap) dari segolongan manusia yang satu sama lain saling mengenal sejak waktu kanak-kanak hingga menjadi dewasa dan tua.
Dalam aliran pikiran tradisional Indonesia, persekutuan hukum itu adalah sebagai suatu kolektivitas dimana tiap warga merasa dirinya satu dengan golongan seluruhnya. Kepala persekutuan adalah kepala rakyat dan bapak masyarakat; ia mengetahui persekutuan sebagai ketua suatu keluarga yang besar. Kepala rakyat bertuga memelihara hidup hukum di dalam persekutuan, menjaga supaya hukum itu dapat berjalan dengan selayaknya. Aktivitas kepala rakyat pada pokoknya meliputi 3 hal :
a.     Tindakan-tindakan mengenai urusan tanah berhubung dengan adanya pertalian yang erat antara tanah dan persekutuan yang menguasai tanah itu.
b.    Penyelenggaraan hukum sebagai usaha untuk mencegah adanya pelanggaran hukum, supaya hukum dapat berjalan sebagaimana mestinya.
c.     Menyelenggarakan hukum sebagai pembetulan hukum setelah hukum itu dilanggar.
Arti penting dari bantuan kepala rakyat dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum itu seperti dalam perkawinan, jual/beli dan sebagainya, adalah bahwa perbuatan hukum itu terang serta tidak melanggar hukum adat.
Apabila ada perselisihan antara teman-teman sedesa, apabila ada perbuatan yang bertentangan dengan hukum adat, maka kepala rakyat bertindak untuk memulihkan perdamaian adat, untuk memulihkan keseimbangan di dalam suasana desa, untuk memulihkan hukum.
Dengan keputusan, kepala rakyat melakukan secara konkrit dan memberi bentuk konkrit (Gestaltung) kepada apa yang hidup di dalam masyarakat desanya sebagai rasa keadilan ataupun kesadaran keadilan rakyat.
Kepala rakyat dalam menjalankan tugasnya selalu bermusyawarah dengan teman-temannya yang ikut duduk dalam pemerintahan desa, bahkan dalam banyak hal ia bermusyawarah di rapat desa dengan para warga desa yang berhak ikut bermusyawarah dalam hal-hal yang tertentu.
Ø Suasana Tradisional Masyarakat Desa
Persekutuan desa sebagai suatu kesutuan hidup bersama (levensgemeenschap) bercorak yang terpenting sebagai berikut:
a.     Religius, bersifat kesatuan batin, orang segolongan merasa satu dengan golongan seluruhnya, bahkan seorang individu dalam persekutuan itu merasa dirinya hanya sebagai suatu bagian saja dari alam lingkungan hidupnya, tidak ada pembatasan antara dunia lahir dan dunia gaib serta tidak ada pemisahan antara berbagai macam lapangan hidup. Dr. Kuntjaraningrat menulis: Alam berpikir religiomagis itu mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
·       Kepercayaan kepada makhluk halus, roh-roh dan hantu-hantu yang menempati seluruh alam semesta, dan khusus gejala-gejala alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, tubuh manusia dan benda-benda.
·       Kepercayaan kepada kekuatan sakti yang meliputi seluruh alam semesta dan khusus terdapat dalam peristiwa-peristiwa luar biasa, tumbuh-tumbuhan yang luar biasa, binatang-binatang yang luar biasa, benda-benda yang luar biasa  dan suara yang luar biasa.
·       Anggapan bahwa kekuatan sakti yang pasif itu dipergunakan sebagai magische-kracht dalam berbagai perbuatan ilmu gaib untuk mencapai kemauan manusia atau untuk menolak bahaya gaib.
·       Anggapan bahwa kelebihan kekuatan sakti dalam alam menyebabkan keadaan krisis dan menyebabkan timbulnya berbagai macam bahaya gaib yang hanya dapat dihindari atau dihindarkan dengan berbagai macam pantangan.
b.    Kemasyarakatan atau komunal
Hidup bersama di dalam masyarakat tradisional Indonesia bercorak kemasyarakatan, bercorak komunal. Manusia di dalam hukum adat adalah orang yang terikat kepada masyarakat, tidak sama sekali bebas dalam segala perbuatannya, ia terutama menurut paham tradisional hukum adat adalah warga golongan.
c.     Demokratis
Suasana demokratis di dalam kesatuan masyarakat hukum ini adalah selaras dengan sifat komunal dan gotong-royong dari kehidupan masyarakat Indonesia. Suasana demokratis di dalam kehidupan masyarakat adat ditandai serta dijiwai oleh asas-asas hukum adat yang mempunyai nilai universal, yakni asas persetujuan sebagai dasar kekuasaan umum dan asas permusyawaratan dan perwakilan sebagai sistem pemerintahan.
Ø Perubahan-Perubahan Di Dalam Suasana Desa
Tata susunan serta suasana masyarakat desa pada zaman yang lampau berdasarkan kepada adat-istiadat itu, kemudian mengalami perubahan-perubahan karena pengaruh tata administrasi kerajaan-kerajaan di berbagai daerah di Indonesia, kemudian berhubungan dengan campur tangan administrasi pemerintahan kolonial Hindia-Belanda dahulu dan akhirnya pun berhubung dengan proses modernisasi tata administrasi pemerintahan daerah sejak zaman Republik Indonesia ini.
Hukum adat yang hidup dalam masyarakat ini, sudah barang tentu dipengaruhi juga oleh perkembangan masyarakat itu sendiri ke arah modernisasi. Hanya dalam proses modernisasi itu kita tidak perlu membuang segala aliran-aliran Timur, sebaliknya kita sebagai bangsa Timur yang mempunyai jiwa dan kebudayaan Timur, kita harus dapat membawa aliran-aliran Timur dan aliran-aliran Barat bersama-sama ke arah kesatuan yang harmonis.


0 comments:

Post a Comment