Penulis: Alfonsius JP Siringoringo
Ø Persekutuan
Hukum
Van
Vollenhoven menegaskan bahwa untuk mengetahui hukum, maka adalah terutama perlu
diselidiki pada waktu apa pun dan di daerah mana pun, sifat dan susunan
badan-badan persekutuan hukum, dimana orang-orang yang dikuasai oleh hukum itu
hidup sehari-hari. Persekutuan hukum merupakan kesatuan-kesatuan yang mempunyai
tata susunan yang teratur dan kekal serta memiliki pengurus sendiri dan
kekayaan sendiri, baik kekayaan materiil maupun kekayaan immateriil.
Famili
bertindak sebagai kesatuan terhadap famili lain, terhadap orang asing serta
terhadap Pemerintah atasan. Di samping itu, mempunyai wilayah sendiri dan
bertindak sebagai kesatuan terhadap dunia luar, tidak mungkin desa itu
dibubarkan.
Ø Struktur
Persekutuan Hukum
Untuk
memperoleh gambaran tentang struktur persekutuan hukum di Indonesia, terlebih
dahulu harus dimengerti arti serta pengaruh faktor-faktor teritorial dan
genealogis dalam timbulnya persekutuan. Faktor teritorial yaitu faktor terikat
pada suatu daerah tertentu, ternyata merupakan faktor yang mempunyai peranan
yang terpenting dalam tiap timbulnya persekutuan hukum. Faktor genealogis yaitu
faktor yang melandaskan kepada pertalian darah suatu keturunan, dalam
kenyataannya tidak menduduki peranan yang penting dalam timbulnya suatu
persekutuan hukum. Menurut dasar tata-susunannya, maka struktur persekutuan
hukum di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua, yaitu Genealogis (berdasar
pertalian suatu keturunan) dan Teritorial (berdasar lingkungan daerah).
Maine
menamakan dasar keturunan ini tribal
constitution sedangkan dasar daerah yaitu teritorial constitution.Tribal constitution adalah semula merupakan
satu-satunya dasar, sedangkan teritorial constitution baru kemudian timbulnya.
Persekutuan
genealogis, apabila seseorang menjadi anggota persekutuan tergantung dari pada
pertanyaan, apakah orang itu masuk suatu keturunan yang sama.
Ada
3 macam dasar pertalian keturunan sebagai berikut:
a. Pertalian
darah menurut garis bapak (patrilineal).
b. Pertalian
darah menurut garis ibu (matrilineal).
c. Pertalian
darah menurut garis ibu dan bapak (parental).
Persekutuan teritorial, apabila keanggotaan
seseorang tergantung dari pada bertempat tinggal di dalam lingkungan daerah
persekutuan itu atau tidak. Ada 3 jenis
persekutuan hukum teritorial, yaitu :
a. Persekutuan
desa, apabila ada segolongan orang terikat pada satu tempat kediaman.
b. Persekutuan
daerah, apabila di dalam suatu daerah tertentu terletak beberapa desa yang
masing-masing mempunyai tata-susunan dan pengurus sendiri yang jelas.
c. Perserikatan
(beberapa kampung), apabila beberapa persekutuan kampung yang terletak
berdekatan mengadakan permufakatan untuk memelihara kepentingan bersama.
Tentang struktur persekutuan hukum, Van Vollenhoven
menjelaskan bahwa persekutuan hukum di Indonesia mengingat akan strukturnya,
dapat dipisah-pisahkan dalam 4 golongan. Keempat golongan itu adalah :
a. Golongan
I, persekutuan hukum yang berupa kesatuan genealogis.
b. Golongan
II, persekutuan hukum yang berupa kesatuan teritorial dengan di dalamnya
terdapat kesatuan-kesatuan genealogis.
c. Golongan
III, persekutuan hukum yang berupa kesatuan teritorial tanpa kesatuan
genealogis di dalamnya, melainkan dengan atau tidak dengan kesatuan/teritorial
yang lebih kecil.
d. Golongan
IV, persekutuan hukum yang berupa kesatuan teritorial dengan di dalamnya
terdapat persekutuan/badan hukum yang sengaja didirikan oleh warga.
Dalam garis besarnya prinsip penggolongan di
sebagian besar daerah adalah sebagai berikut:
a. Termasuk
golongan pertama, pemilik sawah/ladang/tegalan dengan pekarangan.
b. Termasuk
golongan kedua, pemilik pekarangan saja.
c. Termasuk
golongan ketiga, orang-orang yang tidak memiliki tanah.
Cara-cara orang dari luar masuk ke dalam badan
persekutuan hukum sebagai anggota, teman segolongan, yaitu:
a. Pada
zaman yang lampau masuk sebagai hamba, budak.
b. Karena
pertalian perkawinan, seperti halnya di Tapanuli.
c. Dengan
jalan pengambilan anak, sehingga orang yang semula bukan famili, dapat menjadi
famili dan masuk sebagai anggota golongan.
Ø Lingkaran
Hukum Adat Atau Lingkungan Hukum Adat
Van
Vollenhoven menyebut suatu daerah di dalam daerah mana garis-garis besar, corak
dan sifatnya hukum adat yang berlaku di situ seragam “rechtskring”, yang kalau
disalin dalam bahasa Indonesia menjadi lingkaran hukum/lingkungan hukum. Tiap
lingkungan hukum tersebut dapat dibagi-bagi lagi dalam kukuban hukum. Di antara
kukuban hukum masing-masing, terdapat perbedaan corak hukum adat yang berlaku
di dalam wilayahnya, tetapi perbedaan-perbedaan itu tidak sebesar perbedaan di
antara lingkungan hukum. Kemajuan dalam segala bidang, menyebabkan
daerah-daerah yang terpencil yang semula terasing dari keramaian kehidupan
bangsa Indonesia, terbuka serta menjadi aktif turut serta pula dalam keramaian
kehidupan, sehingga batas-batas antara lingkungan hukum asing itu lambat laun
menjadi kurang tegas untuk akhirnya lenyapnya batas-batas ini.
Ø Tata
Susunan Persekutuan Hukum
Dari
uraian Van Vollenhoven dan Ter Haar, dapat ditemukan garis-garis ataupun
dasar-dasar umum dalam tata susunan persekutuan hukum, yaitu :
a. Segala
badan persekutuan hukum ini dipimpin oleh Kepala rakyat.
b. Sifat
dan susunan pimpinan itu erat hubungannya dengan sifat serta susunan tiap-tiap
jenis badan persekutuan hukum yang bersangkutan.
Ø Sifat
Pimpinan Kepala-Kepala Rakyat
Sifat
pimpinan kepala rakyat adalah sangat erat hubungannya dengan sifat, corak serta
suasana masyarakat di dalam badan-badan persekutuan hukum tersebut. persekutuan
hukum adalah bukan persekutuan kekuasaan(gezagsgemeenschap). Kehidupan dan
penghidupan masyarakat di dalam persekutuan hukum itu bersifat kekeluargaan;
badan persekutuan hukum itu merupakan kesatuan hidup bersama
(levensgemeenschap) dari segolongan manusia yang satu sama lain saling mengenal
sejak waktu kanak-kanak hingga menjadi dewasa dan tua.
Dalam
aliran pikiran tradisional Indonesia, persekutuan hukum itu adalah sebagai
suatu kolektivitas dimana tiap warga merasa dirinya satu dengan golongan
seluruhnya. Kepala persekutuan adalah kepala rakyat dan bapak masyarakat; ia
mengetahui persekutuan sebagai ketua suatu keluarga yang besar. Kepala rakyat
bertuga memelihara hidup hukum di dalam persekutuan, menjaga supaya hukum itu
dapat berjalan dengan selayaknya. Aktivitas kepala rakyat pada pokoknya
meliputi 3 hal :
a. Tindakan-tindakan
mengenai urusan tanah berhubung dengan adanya pertalian yang erat antara tanah
dan persekutuan yang menguasai tanah itu.
b. Penyelenggaraan
hukum sebagai usaha untuk mencegah adanya pelanggaran hukum, supaya hukum dapat
berjalan sebagaimana mestinya.
c. Menyelenggarakan
hukum sebagai pembetulan hukum setelah hukum itu dilanggar.
Arti penting dari bantuan kepala rakyat dalam melakukan
perbuatan-perbuatan hukum itu seperti dalam perkawinan, jual/beli dan
sebagainya, adalah bahwa perbuatan hukum itu terang serta tidak melanggar hukum
adat.
Apabila ada perselisihan antara teman-teman sedesa,
apabila ada perbuatan yang bertentangan dengan hukum adat, maka kepala rakyat
bertindak untuk memulihkan perdamaian adat, untuk memulihkan keseimbangan di
dalam suasana desa, untuk memulihkan hukum.
Dengan keputusan, kepala rakyat melakukan secara
konkrit dan memberi bentuk konkrit (Gestaltung) kepada apa yang hidup di dalam
masyarakat desanya sebagai rasa keadilan ataupun kesadaran keadilan rakyat.
Kepala rakyat dalam menjalankan tugasnya selalu
bermusyawarah dengan teman-temannya yang ikut duduk dalam pemerintahan desa,
bahkan dalam banyak hal ia bermusyawarah di rapat desa dengan para warga desa
yang berhak ikut bermusyawarah dalam hal-hal yang tertentu.
Ø Suasana
Tradisional Masyarakat Desa
Persekutuan
desa sebagai suatu kesutuan hidup bersama (levensgemeenschap) bercorak yang
terpenting sebagai berikut:
a. Religius,
bersifat kesatuan batin, orang segolongan merasa satu dengan golongan
seluruhnya, bahkan seorang individu dalam persekutuan itu merasa dirinya hanya
sebagai suatu bagian saja dari alam lingkungan hidupnya, tidak ada pembatasan
antara dunia lahir dan dunia gaib serta tidak ada pemisahan antara berbagai
macam lapangan hidup. Dr. Kuntjaraningrat menulis: Alam berpikir religiomagis
itu mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
·
Kepercayaan kepada makhluk halus,
roh-roh dan hantu-hantu yang menempati seluruh alam semesta, dan khusus
gejala-gejala alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, tubuh manusia dan benda-benda.
·
Kepercayaan kepada kekuatan sakti
yang meliputi seluruh alam semesta dan khusus terdapat dalam
peristiwa-peristiwa luar biasa, tumbuh-tumbuhan yang luar biasa,
binatang-binatang yang luar biasa, benda-benda yang luar biasa dan suara yang luar biasa.
·
Anggapan bahwa kekuatan sakti
yang pasif itu dipergunakan sebagai magische-kracht dalam berbagai perbuatan
ilmu gaib untuk mencapai kemauan manusia atau untuk menolak bahaya gaib.
·
Anggapan bahwa kelebihan kekuatan
sakti dalam alam menyebabkan keadaan krisis dan menyebabkan timbulnya berbagai
macam bahaya gaib yang hanya dapat dihindari atau dihindarkan dengan berbagai
macam pantangan.
b. Kemasyarakatan
atau komunal
Hidup bersama
di dalam masyarakat tradisional Indonesia bercorak kemasyarakatan, bercorak
komunal. Manusia di dalam hukum adat adalah orang yang terikat kepada
masyarakat, tidak sama sekali bebas dalam segala perbuatannya, ia terutama
menurut paham tradisional hukum adat adalah warga golongan.
c. Demokratis
Suasana
demokratis di dalam kesatuan masyarakat hukum ini adalah selaras dengan sifat
komunal dan gotong-royong dari kehidupan masyarakat Indonesia. Suasana
demokratis di dalam kehidupan masyarakat adat ditandai serta dijiwai oleh
asas-asas hukum adat yang mempunyai nilai universal, yakni asas persetujuan
sebagai dasar kekuasaan umum dan asas permusyawaratan dan perwakilan sebagai
sistem pemerintahan.
Ø Perubahan-Perubahan
Di Dalam Suasana Desa
Tata
susunan serta suasana masyarakat desa pada zaman yang lampau berdasarkan kepada
adat-istiadat itu, kemudian mengalami perubahan-perubahan karena pengaruh tata
administrasi kerajaan-kerajaan di berbagai daerah di Indonesia, kemudian
berhubungan dengan campur tangan administrasi pemerintahan kolonial
Hindia-Belanda dahulu dan akhirnya pun berhubung dengan proses modernisasi tata
administrasi pemerintahan daerah sejak zaman Republik Indonesia ini.
Hukum
adat yang hidup dalam masyarakat ini, sudah barang tentu dipengaruhi juga oleh
perkembangan masyarakat itu sendiri ke arah modernisasi. Hanya dalam proses
modernisasi itu kita tidak perlu membuang segala aliran-aliran Timur,
sebaliknya kita sebagai bangsa Timur yang mempunyai jiwa dan kebudayaan Timur,
kita harus dapat membawa aliran-aliran Timur dan aliran-aliran Barat
bersama-sama ke arah kesatuan yang harmonis.
0 comments:
Post a Comment