Majelis Hakim PK mengajukan sejumlah pertimbangan dalam putusan membatalkan
vonis mati yang dikutip dari Putusan bernomor 39 PK/Pid.Sus/2011 dari laman
resmi MA:
1.
Berdasarkan
yurisprudensi MA yang berlaku umum mengenai berat ringannya/ukuran hukuman
adalah menjadi wewenang judex
facti (pengadilan negeri),
bukan wewenang judex juris (tidak tunduk pada kasasi).
2.
Tujuan
pemidanaan adalah bersifat edukatif, korektif, dan preventif.
3.
Untuk
menjaga disparitas hukuman terhadap tindak pidana yang sama yang dilakukan oleh
terdakwa yang secara nyata telah dilakukan secara bersama-sama dan terhadap
pelaku yang lainnya telah mendapatkan putusan yang sudah berkekuatan hukum
tetap.
4.
Mendasari
Declaration of Human Right article 3 : "everyone has the right to life,
liberty and security of person". Bahwa setiap orang berhak atas kehidupan,
kebebasan dan keselamatan sebagai individu.
5.
Hukuman
mati bertentangan dengan Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 dan melanggar
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1989 tentang HAM yang berbunyi,
"Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan dan oleh siapa pun".
"Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan dan oleh siapa pun".
6.
Dengan
adanya klausul tidak dapat dikurangi dalam keadaan dan oleh siapa pun dapat
diartikan sebagai tidak dapat dikurangi, dan diabaikan oleh siapa pun termasuk
dalam hal ini oleh pejabat yang berwenang sekalipun, tidak terkecuali oleh
putusan hakim/putusan pengadilan.
0 comments:
Post a Comment