Penulis: Alfonsius JP Siringoringo
v Mengenal
Adat
Adat merupakan
pencerminan dari pada kepribadian suatu bangsa dan juga salah satu penjelmaan
dari pada jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad. Tiap bangsa di dunia
memiliki adat kebiasaan masing-masing yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Adat tersebut menyesuaikan diri dengan keadaan dan kehendak zaman, sehingga
adat itu menjadi kekal serta tetap terjaga. Begitu juga di Indonesia, adat bangsa
Indonesia yang “Bhineka Tunggal Ika” ini tidak mati, melainkan selalu
berkembangan, senantiasa bergerak serta berdasarkan keharusan selalu dalam
keadaan evolusi mengikuti proses perkembangan peradaban bangsanya.
v Apakah
Hukum Adat Itu?
Berikut
beberapa pengertian mengenai hukum adat oleh para sarjana hukum:
1. Prof.
Dr. Supomo, S.H : Hukum adat yaitu sebagai hukum yang tidak tertulis di dalam
peraturan-peraturan legislatif, meliputi peraturan-peraturan hidup yang
meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib, tetap ditaati dan didukung oleh
rakyat berdasarkan keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai
kekuatan hukum.
2. Dr.
Sukanto : Hukum adat yaitu sebagai kompleks adat-adat yang kebanyakan tidak
dikitabkan, tidak dikoordinasikan dan bersifat paksaan, mempunyai sanksi, jadi
mempunyai akibat hukum.
3. Mr.
J.H.P. Bellefroid : Hukum adat yaitu sebagai peraturan hidup yang meskipun
tidak diundangkan oleh penguasa, tetap dihormati dan ditaati oleh rakyat dengan
keyakinan bahwa peraturan-peraturantersebut berlaku sebagai hukum.
4. Prof.
M.M. Djojodigoeno, S.H : Hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada
peraturan-peraturan.
5. Prof.
Mr. C. Van Vollenhoven : Hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada
peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda dahulu atau
alat-alat kekuasaan lainnya yang menjadi sendirinya dan diadakan sendiri oleh
kekuasaan Belanda dahulu.
6. Mr.
B. Terhaar Bzn : Hukum adat lahir dari
dan dipelihara oleh keputusan-keputusan para warga masyarakat hukum, terutama keputusan
berwibawa dari kepala-kepala rakyat yang membantu pelaksanaan
perbuatan-perbuatan hukum.
7. Prof.
Dr. Hazairin : Hukum adat adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber pada
perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan-peraturan
tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian
besarr tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena
mempunyai akibat hukum/sanksi.
v Hukum
Adat Adalah Hukum Non-Statuair
Hukum adat
pada umumnya tidak tertulis. Bagi seorang ahli hukum asing yang baru
mempelajari hukum adat, pada umumnya tidak dapat mengerti. Oleh karena tidak
dapat mengerti itu ada yang pernah mengatakan bahwa hukum adat itu seolah-olah
hanyalah peraturan-peraturan ajaib yang sebagian besar simpang-siur.
Tidak semua
adat merupakan hukum. Ada perbedaan antara adat-istiadat biasa dan hukum adat.
Hanya adat yang bersanksi mempunyai sifat hukum serta merupakan hukum
adat(Vollenhoven). Sanksinya adalah reaksi dari masyarakat hukum yang bersangkutan
yang dilakukan oleh penguasa masyarakat hukum. Hukum adat berurat-akar pada
kebudayaan tradisional. Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup karena
menjelmakan perasaan hukum rakyat yang nyata.
Prof. M.M.
Djojodigoeno, S.H mengatakan sumber hukum adat Indonesia adalah ugeran/norma
kehidupan sehari-hari yang langsung timbul sebagai pernyataan rasa keadilannya
dalam hubungan pamrih.
v Hukum
Adat Tidak Statis
Hukum adat
terus-menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri
(Prof. Dr. Soepomo, S.H). Van Vollenhoven juga mengatakan hukum adat berkembang
dan maju terus; keputusan-keputusan adat menimbulkan hukum adat.
v Dua
Unsur Hukum Adat
Hukum adat
memiliki dua unsur, yaitu:
1. Unsur
kenyataan, bahwa adat itu dalam keadaan yang sama selalu diindahkan oleh
rakyat.
2. Unsur
psikologis, bahwa terdapat adanya keyakinan pada rakyat, bahwa adat dimaksud
mempunyai kekuatan hukum.
Inilah yang menimbulkan adanya kewajiban hukum
(opinio yuris necessitatis).
v Bidang-Bidang
Hukum Adat
Hukum adat meliputi
; Hukum negara, Hukum tata usaha negara, Hukum pidana, Hukum perdata, Hukum
antar bangsa adat. Sistem hukum adat sesungguhnya tidak mengenal pembagian
hukum dalam dua golongan: hukum privat dan hukum publik. Pembagian yang
demikian ini adalah diintrodusir oleh para sarjana hukum Barat (Belanda) yang
memiliki sistematik hukum yang melandaskan pada penggolongan yang demikian itu.
v Timbulnya
Hukum Adat
Adat adalah
tingkah laku yang oleh dan dalam sesuatu masyarakat diadatkan. Dan adat itu ada
yang tebal, ada yang tipis dan senantiasa menebal dan menipis. Aturan-aturan
tingkah laku manusia dalam masyarakat sebagaimana dimaksud adalah aturan-aturan
adat. Berikut beberapa cara timbulnya hukum adat :
1. Usage,
yaitu cara-cara dalam melakukan bentuk perbuatan tertentu yang telah diterima
dalam masyarakat.
2. Folkways,
yaitu kebiasaan yang diulang-ulang dalam melakukan perbuatan yang sama.
3. Mores(tata
kelakukan), yaitu apabila kebiasaan tersebut tidak semata-mata dianggap sebagai
cara berperilaku tetapi diterima sebagai kaidah-kaidah pengatur.
4. Custom(adat-istiadat),
yaitu tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola-pola
kelakuan masyarakat. Kaidah yang dikenal, diakui, dihargai dan ditaaati, namun
tidak mempunyai kekuatan mengikat yang dapat dipaksakan.
5. Living
law/Traditional law, yaitu kaidah-kaidah yang berisi perintah, larangan, dan
kebolehan.
v Wujud
Hukum Adat
Di dalam
masyarakat, hukum adat ada dalam tiga wujud, yaitu :
1. Hukum
yang tidak tertulis(“jus non scriptum”), merupakan bagian yang terbesar.
2. Hukum
yang tertulis(“jus scriptum”), hanya sebagian kecil saja.
3. Uraian-uraian
hukum secara tertulis, uraian ini adalah merupakan suatu hasil penelitian yang
dibukukan.
v Kekuatan
Material Peraturan Hukum Adat
Penetapan para
petugas hukum secara formal mengandung peraturan hukum, akan tetapi kekuatan
material daripada peraturan hukum itu tidak sama. Suatu penetapan yan tidak
diturut di dalam kehidupan sehari-hari oleh rakyat, meskipun formal mengandung
peraturan hukum, kekuatan materialnya nihil. Tebal tipisnya kekuatan material
suatu peraturan hukum adat, adalah tergantung dari faktor-faktor sebagai
berikut:
1. Lebih
atau kurang banyaknya penetapan yang serupa yang memberikan stabilitas kepada
peraturan hukum yang diwujudkan oleh penetapan-penetapan itu.
2. Seberapa
jauh keadaan sosial di dalam masyarakat yang bersangkutan mengalami perubahan.
3. Seberapa
jauh peraturan yang diwujudkan itu selaras dengan sistem hukum adat yang
berlaku.
4. Seberapa
jauh peraturan itu selaras dengan syarat-syarat kemanusiaan.
v Mulai
Kapan Istilah Hukum Adat Dipakai
Istilah hukum
adat baru dipergunakan secara resmi dalam peraturan perundang-undangan dalam
tahun 1929. Proses pekembangannya yaitu:
Tahun 1747,
VOC menyusun buku perundang-undangan yang berlaku untuk Laandraadnya di
Semarang.
Tahun 1754,
Willian Marsden memakai istilah custom of the country di Sumatera sampai tahun
1836.
Tahun 1804,
dalam Charter Nederburgh, dipakai istilah undang-undang serta kebiasaan mereka.
Tahun 1825,
dalam Lembaran Negara No. 42 dipergunakan istilah undang-undang pribumi atau
agama.
Tahun 1848,
Mr. H.L. Wichers memakai istilah undang-undang agama atau peraturan-peraturan
tata-susila dan kebiasaan yang telah turun-temurun.
Tahun 1854,
dalam Regerings-Reglement(R.R) digunakan istilah undang-undang agama,peraturan-peraturan
lembaga dan kebiasaan rakyat.
Tahun 1920,
dalam R.R dipakai istilah peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi mereka
serta yang erat hubungannya dengan agama dan tata-kebiasaan mereka.
Tahun 1929,
dalam Indische Staatsregeling(I.S) pasal 134 ayat baru dipergunakan istilah Hukum Adat. Istilah
Hukum Adat sendiri ternyata diambil dari bahasa Arab.
0 comments:
Post a Comment