Pages

Powered by Blogger.

Thursday, April 19, 2012

MENGENAL HUKUM ADAT


 Penulis: Alfonsius JP Siringoringo

v Mengenal Adat
Adat merupakan pencerminan dari pada kepribadian suatu bangsa dan juga salah satu penjelmaan dari pada jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad. Tiap bangsa di dunia memiliki adat kebiasaan masing-masing yang berbeda satu dengan yang lainnya. Adat tersebut menyesuaikan diri dengan keadaan dan kehendak zaman, sehingga adat itu menjadi kekal serta tetap terjaga. Begitu juga di Indonesia, adat bangsa Indonesia yang “Bhineka Tunggal Ika” ini tidak mati, melainkan selalu berkembangan, senantiasa bergerak serta berdasarkan keharusan selalu dalam keadaan evolusi mengikuti proses perkembangan peradaban bangsanya.
v Apakah Hukum Adat Itu?
Berikut beberapa pengertian mengenai hukum adat oleh para sarjana hukum:
1.     Prof. Dr. Supomo, S.H : Hukum adat yaitu sebagai hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan-peraturan legislatif, meliputi peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib, tetap ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.
2.     Dr. Sukanto : Hukum adat yaitu sebagai kompleks adat-adat yang kebanyakan tidak dikitabkan, tidak dikoordinasikan dan bersifat paksaan, mempunyai sanksi, jadi mempunyai akibat hukum.
3.     Mr. J.H.P. Bellefroid : Hukum adat yaitu sebagai peraturan hidup yang meskipun tidak diundangkan oleh penguasa, tetap dihormati dan ditaati oleh rakyat dengan keyakinan bahwa peraturan-peraturantersebut berlaku sebagai hukum.
4.     Prof. M.M. Djojodigoeno, S.H : Hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-peraturan.
5.     Prof. Mr. C. Van Vollenhoven : Hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda dahulu atau alat-alat kekuasaan lainnya yang menjadi sendirinya dan diadakan sendiri oleh kekuasaan Belanda dahulu.
6.     Mr. B. Terhaar Bzn : Hukum adat lahir  dari dan dipelihara oleh keputusan-keputusan para warga masyarakat hukum, terutama keputusan berwibawa dari kepala-kepala rakyat yang membantu pelaksanaan perbuatan-perbuatan hukum.
7.     Prof. Dr. Hazairin : Hukum adat adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan-peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian besarr tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena mempunyai akibat hukum/sanksi.
v Hukum Adat Adalah Hukum Non-Statuair
Hukum adat pada umumnya tidak tertulis. Bagi seorang ahli hukum asing yang baru mempelajari hukum adat, pada umumnya tidak dapat mengerti. Oleh karena tidak dapat mengerti itu ada yang pernah mengatakan bahwa hukum adat itu seolah-olah hanyalah peraturan-peraturan ajaib yang sebagian besar simpang-siur.
Tidak semua adat merupakan hukum. Ada perbedaan antara adat-istiadat biasa dan hukum adat. Hanya adat yang bersanksi mempunyai sifat hukum serta merupakan hukum adat(Vollenhoven). Sanksinya adalah reaksi dari masyarakat hukum yang bersangkutan yang dilakukan oleh penguasa masyarakat hukum. Hukum adat berurat-akar pada kebudayaan tradisional. Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup karena menjelmakan perasaan hukum rakyat yang nyata.
Prof. M.M. Djojodigoeno, S.H mengatakan sumber hukum adat Indonesia adalah ugeran/norma kehidupan sehari-hari yang langsung timbul sebagai pernyataan rasa keadilannya dalam hubungan pamrih.
v Hukum Adat Tidak Statis
Hukum adat terus-menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri (Prof. Dr. Soepomo, S.H). Van Vollenhoven juga mengatakan hukum adat berkembang dan maju terus; keputusan-keputusan adat menimbulkan hukum adat.
v Dua Unsur Hukum Adat
Hukum adat memiliki dua unsur, yaitu:
1.     Unsur kenyataan, bahwa adat itu dalam keadaan yang sama selalu diindahkan oleh rakyat.
2.     Unsur psikologis, bahwa terdapat adanya keyakinan pada rakyat, bahwa adat dimaksud mempunyai kekuatan hukum.
Inilah yang menimbulkan adanya kewajiban hukum (opinio yuris necessitatis).
v Bidang-Bidang Hukum Adat
Hukum adat meliputi ; Hukum negara, Hukum tata usaha negara, Hukum pidana, Hukum perdata, Hukum antar bangsa adat. Sistem hukum adat sesungguhnya tidak mengenal pembagian hukum dalam dua golongan: hukum privat dan hukum publik. Pembagian yang demikian ini adalah diintrodusir oleh para sarjana hukum Barat (Belanda) yang memiliki sistematik hukum yang melandaskan pada penggolongan yang demikian itu.
v Timbulnya Hukum Adat
Adat adalah tingkah laku yang oleh dan dalam sesuatu masyarakat diadatkan. Dan adat itu ada yang tebal, ada yang tipis dan senantiasa menebal dan menipis. Aturan-aturan tingkah laku manusia dalam masyarakat sebagaimana dimaksud adalah aturan-aturan adat. Berikut beberapa cara timbulnya hukum adat :
1.     Usage, yaitu cara-cara dalam melakukan bentuk perbuatan tertentu yang telah diterima dalam masyarakat.
2.     Folkways, yaitu kebiasaan yang diulang-ulang dalam melakukan perbuatan yang sama.
3.     Mores(tata kelakukan), yaitu apabila kebiasaan tersebut tidak semata-mata dianggap sebagai cara berperilaku tetapi diterima sebagai kaidah-kaidah pengatur.
4.     Custom(adat-istiadat), yaitu tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola-pola kelakuan masyarakat. Kaidah yang dikenal, diakui, dihargai dan ditaaati, namun tidak mempunyai kekuatan mengikat yang dapat dipaksakan.
5.     Living law/Traditional law, yaitu kaidah-kaidah yang berisi perintah, larangan, dan kebolehan.
v Wujud Hukum Adat
Di dalam masyarakat, hukum adat ada dalam tiga wujud, yaitu :
1.     Hukum yang tidak tertulis(“jus non scriptum”), merupakan bagian yang terbesar.
2.     Hukum yang tertulis(“jus scriptum”), hanya sebagian kecil saja.
3.     Uraian-uraian hukum secara tertulis, uraian ini adalah merupakan suatu hasil penelitian yang dibukukan.
v Kekuatan Material Peraturan Hukum Adat
Penetapan para petugas hukum secara formal mengandung peraturan hukum, akan tetapi kekuatan material daripada peraturan hukum itu tidak sama. Suatu penetapan yan tidak diturut di dalam kehidupan sehari-hari oleh rakyat, meskipun formal mengandung peraturan hukum, kekuatan materialnya nihil. Tebal tipisnya kekuatan material suatu peraturan hukum adat, adalah tergantung dari faktor-faktor sebagai berikut:
1.     Lebih atau kurang banyaknya penetapan yang serupa yang memberikan stabilitas kepada peraturan hukum yang diwujudkan oleh penetapan-penetapan itu.
2.     Seberapa jauh keadaan sosial di dalam masyarakat yang bersangkutan mengalami perubahan.
3.     Seberapa jauh peraturan yang diwujudkan itu selaras dengan sistem hukum adat yang berlaku.
4.     Seberapa jauh peraturan itu selaras dengan syarat-syarat kemanusiaan.
v Mulai Kapan Istilah Hukum Adat Dipakai
Istilah hukum adat baru dipergunakan secara resmi dalam peraturan perundang-undangan dalam tahun 1929. Proses pekembangannya yaitu:
Tahun 1747, VOC menyusun buku perundang-undangan yang berlaku untuk Laandraadnya di Semarang.
Tahun 1754, Willian Marsden memakai istilah custom of the country di Sumatera sampai tahun 1836.
Tahun 1804, dalam Charter Nederburgh, dipakai istilah undang-undang serta kebiasaan mereka.
Tahun 1825, dalam Lembaran Negara No. 42 dipergunakan istilah undang-undang pribumi atau agama.
Tahun 1848, Mr. H.L. Wichers memakai istilah undang-undang agama atau peraturan-peraturan tata-susila dan kebiasaan yang telah turun-temurun.
Tahun 1854, dalam Regerings-Reglement(R.R) digunakan istilah undang-undang agama,peraturan-peraturan lembaga dan kebiasaan rakyat.
Tahun 1920, dalam R.R dipakai istilah peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi mereka serta yang erat hubungannya dengan agama dan tata-kebiasaan mereka.
Tahun 1929, dalam Indische Staatsregeling(I.S) pasal 134 ayat  baru dipergunakan istilah Hukum Adat. Istilah Hukum Adat sendiri ternyata diambil dari bahasa Arab.

0 comments:

Post a Comment