Penulis: Alfonsius JP Siringoringo
Y
Sendi-Sendi
Hukum Adat Yang Merupakan Landasan(Fundamental)
Sistem
hukum adat bersendi atas dasar alam pikiran bangsa Indonesia yang sudah barang
tentu berlainan dengan alam pikiran yang menguasai hukum Barat. Dan untuk dapat
memahami serta sadar akan hukum adat, orang harus menyelami dasar-dasar alam
pikiran yang hidup di dalam masyarakat Indonesia.
Hukum
adat memiliki corak-corak sebagai berikut:
a. Mempunyai
sifat kebersamaan atau komunal yang kuat, artinya manusia menurut hukum adat
merupakan makhluk dalam ikatan kemasyarakatan yang earat, rasa kebersamaan ini
meliputi seluruh lapangan hukum adat.
b. Mempunyai
corak religio-magis yang berhubungan dengan pandangan hidup alam Indonesia.
c. Hukum
adat diliputi oleh pikiran penataan serba konkrit, artinya hukum adat sangat
memperhatikan banyaknya dan berulang-ulangnya perhubungan hidup yang konkrit.
d. Hukum
adat mempunyai sifat yang visual, artinya perhubungan hukum dianggap hanya
terjadi, oleh karena ditetapkan dengan suatu ikatan yang dapat dilihat.
Antara sistem hukum adat dan sistem hukum Barat
terdapat beberapa perbedaan yang fundamental, seperti:
Hukum Barat mengenal “zakelijke rechten” dan
“persoonlijke rechten”. “Zakelijke rechten” adalah hak atas benda yang bersifat
“zakelijk”, artinya berlaku terhadap tiap orang, jadi merupakan hak
mutlak/absolut. “Persoonlijke rechten” adalah hak atas sesuatu objek yang hanya
berlaku terhadap sesuatu orang lain tertentu, jadi merupakan hak relatif. Hukum
adat tidak mengenal pembagian hak dalam dua golongan seperti di atas. Hak-hak
menurut sistem hukum adat perlindungannya ada di tangan hakim.
Lalu, hukum Barat mengenal perbedaan antara hukum
publik dan hukum privat. Hukum adat tidak mengenal perbedaan ini.
Perbedaan-perbedaan fundamental dalam sistem ini, pada hakikatnya disebabkan
karena corak serta sifat yang berlainan antara hukum adat dan hukum Barat dan
pandangan hidup yang mendukung kedua macam hukum itu juga jauh berlainan.
Aliran dunia Barat bersifat liberalistis dan
bercorak rasionalistis intelektualistis. Aliran Timur, khususnya Indonesia
bersifat kosmis, tidak ada pembatasan antara dunia lahir dan dunia gaib; dunia
manusia berhubungan erat dengan segala hidup di dalam alam ini.
Y
Bahasa
Hukum
Hukum
Barat telah memiliki istilah-istilah hukum teknis yang dibina berabad-abad oleh
para ahli hukum, para hakim dan oleh pembentuk undang-undang. Hukum adat,
pembinaan bahasa hukum ini justru masih merupakan suatu masalah yang sangat
meminta perhatian khusus pada para ahli hukum Indonesia.
Baik
Van Vollenhoven dan Ter Haar, mengemukakan dengan jelas betapa pentingnya soal
bahasa-hukum adat bagi pelajaran serta pengertian sistem hukum adat dan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan hukum adat selanjutnya.
Bahasa
hukum adalah bukan sesuatu yang dapat diciptakan dalam satu dua hari saja,
tetapi harus melalui suatu proses yang cukup lama. Bahasa rakyat yang bersangkutanlah merupakan
bahasa yang pertama-tama yang sanggup melukiskan perasaan rakyat dimaksud
secara tepat. Dan oleh karena itulah pada zaman kolonial Belanda dahulu terjemahan
istilah-istilah hukum adat dalam bahasa Belanda yang pada zaman itu orang
menganggap seolah-olah isi serta artinya sudah lama, sesungguhnya merupakan
suatu kesalahan, sebab istilah-istilah dalam bahasa asing dimaksud ternyata
tidak dapat melukiskan makna yang terkandung dalam istilah-istilah bahasa
aslinya. Contoh: istilah jual dalam hukum adat disalin dengan verkopen dalam
hukum Belanda. Bahwa penterjemahan istilah hukum adat jual dengan verkopen
dalam hukum Belanda itu tidak benar, tidak tepat sama sekali.
Dalam
sistem hukum adat, segala perbuatan dan keadaan yang bersifat sama disebut
dengan istilah yang sama pula. Misalnya istilah gantungan dipakai untuk
menyebut segala keadaan yang belum bersifat tetap.
Bahasa
hukum lahir dan tumbuh setapak demi setapak. Kata-kata yang terus-menerus
dipakai dengan konsekuen untuk menyebut suatu perbuatan atau keadaan, lambat
laun menjadi istilah yang memiliki isi dan makna tertentu.
Y
Pepatah
Adat
Di
berbagai lingkaran hukum adat terdapat pula pepatah adat yang sangat berguna
sebagai petunjuk tentang adanya sesuatu peraturan hukum adat. Prof. Snouck
Hurgronje menegaskan bahwa pepatah adat tidak boleh dianggap sebagai sumber
atau dasar hukum adat. Pepatah adat harus diberi interpretasi yang tepat agar
terang maknanya. Pepatah adat memang baik untuk diketahui dan disebut, akan
tetapi pepatah itu tidak boleh dipandang sebagai pasal-pasal kitab
undang-undang pepatah adat tidak memuat peraturan hukum positif.
Vergouwen
menulis bahwa pepatah adat tidak mempunyai sifat normatif seperti pasal
undang-undang. Pepatah itu hanya mengandung aliran hukum dalam bentuk yang
menyolok saja.
Ter
Haar berkata bahwa pepatah adat bukan merupakan sumber hukum adat, melainkan
mencerminkan dasar hukum yang tidak tegas.
Prof.
Soepomo menegaskan bahwa pepatah adat memberi lukisan tentang adanya aliran
hukum yang tertentu.
Y
Penyelidikan
Hukum Adat
Berlakunya
sesuatu peraturan hukum adat adalah tampak dalam penetapan-penetapan(putusan
petugas hukum) yang artinya dengan putusan di sini adalah perbuatan atau
penolakan perbuatan dari pihak petugas hukum dengan tujuan untuk memelihara
atau untuk menegakkan hukum. Apabila berkehendak melakukan penyelidikan
setempat, maka agar memperoleh bahan-bahan yang tepat serta berharga tentang
hukum adat perhatian harus diarahkan kepada berikut ini:
a. Research
tentang putusan-putusan petugas hukum ditempat yang bersangkutan.
b. Sikap
penduduk dalam hidupnya sehari-hari terhadap hal-hal yang sedang disoroti dan
diinginkan mendapat keterangan dengan melakukan field research itu.
Untuk mendapatkan hasil penyelidikan sebagaimana
mestinya, kenyataan sosial yang merupakan dasar bagi para petugas hukum untuk
menentukan putusan-putusannya, wajib pula diindahkan serta dipahami. Cara
melakukan field research wajib menemui para pejabat desa, orang-orang tua,
orang terkemuka, serta menanyakan fakta-fakta yang telah dialami atau diketahui
sendiri oleh mereka itu.
Y
Hukum
Adat Sebagai Aspek Kebudayaan
Hukum
adat Indonesia tidak hanya bersemayam dalam hati nurani orang Indonesia di segala
penjuru Nusantara, tetapi tersebar meluas sampai kegugusan kepulauan Philipina
dan Taiwan di sebelah Utara, di pulau Malagasi dan berbatas di sebelah Timur
sampai di Kepulauan Paska, dianut dan dipertahankan oleh orang Indonesia yang
termasuk golongan orang Indonesia dalam arti ethnis.
Ketertiban
yang dipertahankan oleh Hukum Adat itu baik bersifat batiniah maupun jasmaniah,
kelihatan dan tak kelihatan, tetapi diyakini dan dipercaya sejak kecil sampai
berkubur berkalang tanah. Dimana ada masyarakat, disitu ada hukum (adat).
Von
Savigny mengajarkan bahwa hukum mengikuti “Volksgeist”(jiwa/semangat rakyat)
dari masyarakat tempat hukum itu berlaku.
0 comments:
Post a Comment