oleh : Alfonsius JP Siringoringo
Pandangan
yang cukup banyak penganutnya di kalangan yuris yaitu, bahwa terdapat suatu
relasi yang istimewa antara hukum dan logika, bahwa sifat logis adalah suatu
sifat khusus dari hukum, yang berarti bahwa dalam relasi-relasi timbal-balik
itu, norma-norma dari hukum sesuai dengan asas-asas dari logika. Ini
mengandaikan bahwa asas-asas itu, khususnya hukum non-kontradiksi dan aturan inferensi,
adalah dapat diterapkan pada norma-norma pada umumnya dan norma—norma hukum
pada khususnya.
Oleh
para yuris hal ini dianggap sudah jelas dengan sendirinya. Suatu konflik antar
norma, yakni suatu situasi dimana dua norma adalah sah/valid, yang satu memerintahkan
serangkaian tingkah laku tertentu, dan yang lain serangkaian tingkah laku yang
bertentangan dengan yang diperintahkan oleh yang disebut pertama tadi,
dipandang sebagai suatu kontradiksi logikal. Sebagaimana halnya dua pernyataan
yang saling berkontradiksi, seperti pernyataan bahwa Tuhan itu ada atau tidak
ada, hanya satu yang dapat benar dan yang lain harus salah, maka berdasarkan
asumsi ini hanya satu dari kedua norma-norma itu yang dapat sah, dan yang
lainnya harus tidak sah.
Aplikasi
asas-asas logikal, dan khususnya asas non-kontradiksi dan aturan inferensi
terhadap norma-norma pada umumnya dan norma-norma hukum pada khususnya, adalah
sama sekali tidak begitu jelas dengan sendirinya seperti yang dianggap para
yuris. Sebab, kedua asas logikal menurut sifatnya hanya aplikabel, atau
sekurang-kurangnya secara langsung aplikabel, terhadap pernyataan-pernyataan
sejauh mereka adalah arti dari tindakan pikiran dan dapat benar atau salah. Ini
bukan logika, tetapi pengetahuan faktual, yang menetapkan apakah suatu
pernyataan itu benar atau salah. Kedua asas logikal dari non-kontradiksi dan
inferensi hanya menetapkan di bawah kondisi-kondisi apa sebuah pernyataan dapat
menjadi benar, dan di bawah kondisi-kondisi apa sebuah pernyataan yang demikian
harus menjadi salah. Namun, norma-norma menetapkan suatu keharusan, dan karena
ini adalah suatu korelat dari hal memaui mereka adalah arti dari
tindakan-tindakan dari kemauan, dan sebagai demikian tidak benar dan tidak
salah.
Kebenaran
dan kesalahan adalah sifat-sifat dari sebuah pernyataan, sedangkan keabsahan
adalah bukan sifat dari sebuah norma, melainkan adalah eksistensinya,
eksistensinya yang spesifik ideal. Bahwa sebuah norma adalah sah, berarti bahwa
ia ada. Bahwa sebuah norma adalah tidak sah, berarti ia tidak ada. Sebuah norma
yang tidak sah adalah sebuah norma yang tidak eksis, dan dengan demikian ia
adalah bukan norma. Akan tetapi, sebuah pernyataan yang salah adalah juga
sebuah pernyataan, ia hadir sebagai sebuah pernyataan, sekalipun ia adalah sah.
Sebuah norma bangkit di atas keabsahan, yakni memulai sebagai hal yang sah
dalam waktu, dan lenyap dari keabsahan, yakni berakhir sebagai hal yang sah
dalam waktu atau kehilangan keabsahannya. Sebuah pernyataan tidak memulai atau
berakhir sebagai hal yang benar. Jika ia adalah benar, ia selalu telah dan akan
selalu begitu,benar. Ia tidak dapat kehilangan kebenarannya. Bahkan, sebuah
pernyataan bahwa bumi pada suatu waktu tertentu ada pada jarak tertentu dari
matahari, adalah tidak kurang benarnya sebelum waktu itu dari pada
sesudahnya.tidak ada keharusan yang menjadi norma tanpa suatu kemauan yang
memunculkan norma-norma, yakni tidak ada norma tanpa otoritas yang menetapkan
norma. Sebuah norma adalah sah hanya jika ia ditetapkan oleh suatu tindakan
kemauan, jika ia adalah makna dari suatu tindakan kemauan, jika ia adalah makna
dari suatu tindakan yang demikian. Di sinilah letak positivitasnya, dan hanya
norma-norma positif, ditempatkan oleh tindakan-tindakan kemauan manusia, oleh
legislasi atau kebiasaan atau traktat nasional, yang dipertimbangkan oleh suatu
etika ilmiah atau suatu ilmu hukum.
0 comments:
Post a Comment