Pages

Powered by Blogger.

Saturday, December 22, 2012

Brutalisme di Kalangan Masyarakat


Dalam era reformasi, terjadi perubahan sosial yang sangat cepat di negeri ini, dimana masyarakat merasa lebih bebas untuk mengekspresikan dirinya dengan berbagai bentuk dan cara. Misalnya dalam nilai-nilai lama, orang lebih berorientasi pada kepatuhan dan budi pekerti yang baik, sedangkan nilai-nilai yang baru tumbuh adalah dimana orang lebih banyak untuk menganut kebebasan dan berorientasi pada materi. Dan di sinilah timbul cara-cara yang dapat diterima oleh masyarakat atau cara yang halal atau cara terobosan yang sulit diterima oleh masyarakat, seperti brutalisme, kekerasan serta berbagai bentuk kejahatan lainnya.

Pemahaman tentang demokrasi dan hak asasi manusia yang mengemuka hanya memanifestasikan sikap dan tindakan anarkisme dan brutalisme di kalangan masyarakat yang pada akhirnya dapat mengendorkan tali perekat persatuan dan kesatuan bangsa. Hal lain yang tidak boleh terlupakan, yaitu bahwa bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa transisi, dari masa sistem birokrasi kekuasaan ke arah masa sistem kerakyatan. Dalam masa transisi ini muncul proses demokratisasi masyarakat sipil yang menuntut peluang kebebasan, keterbukaan dan ruang gerak partisipasi politik seluruh anggota masyarakat melalui tema-tema perjuangan demokrasi dan hak asasi manusia.

Melihat fenomena brutalisme yang kerap terjadi di kalangan masyarakat sekarang ini, membuat semua pihak wajib untuk berperan aktif, baik pemerintah, lembaga penegak hukum maupun seluruh masyarakat. Menurut Erich From, kekerasan dan brutalisme di abad modern ini bukan karena aspek bawaan, tetapi diciptakan oleh kondisi sosial. Misalnya, proses industrialisasi menciptakan keterasingan. Keterasingan lalu menciptakan pemujaan yang berlebihan terhadap idola. Dan pada saat seseorang mengidolakan sesuatu, ia kehilangan kontrol atas dirinya.[1]

Rentetan peristiwa yang dapat kita lihat selama ini di masyarakat, seolah-olah menunjukkan adanya pembiaran dan pelegalan aksi brutalisme di kalangan masyarakat. Seperti kasus yang terjadi kepada jemaat Ahmadiyah, pengrusakan kampung di Lampung, pengrusakan terhadap Busway di Jakarta, dan lain sebagainya, semakin menegaskan bahwa kurangnya peran penegak hukum maupun pemerintah dalam hal mencegah serta menanggulangi setiap bentuk kekerasan dan brutalisme.

Menurut aliran Taoisme, berbuat kebajikan artinya seseorang telah melakukan wu-wei, yakni tidak berbuat hal-hal, yang bertentangan dengan hukum alam, menjada keseimbangan hidup, berpegang pada pembawaan kodrat, dan hidup dalam kewajaran. Dengan berbuat kebajikan seseorang memiliki kekuatan moral, karena manusia dapat hidup bersama dan menghidupi sesamanya atas dasar kesucian hati yang murni ikhlas.[2]




[1]  Desantara Report. Vol I/ Edisi 9/ 2010
[2]  Studi tentang Etika, Iriyanto Widisuseno. Jurnal Hukum, Vol. XVII, No. 1 Maret 2007

Transnasional Crime



Transnasional Crime memiliki beberapa definisi, hal ini terkait dengan latar belakang pendidikan, pengalaman, serta kepentingan yang menyebabkan beberapa Ahli merumuskan definisi Transnasional Crime serta Radikalisme sangat bervariasi, namun secara garis besar terdapat kata kunci yang dapat digunakan sebagai panduan dalam merumuskan pengertian Transnational Crime adalah:

1.    Suatu perbuatan sebagai suatu kejahatan.
2.    Terjadi antar Negara atau Lintas Negara.

Menurut G.O.W. Mueller “Kejahatan transnasional adalah istilah yuridis mengenai ilmu tentang kejahatan, yang diciptakan oleh perserikatan bangsa-bangsa bidang pencegahan kejahatan dan peradilan pidana dalam hal mengidentifikasikan fenomena pidana tertentu yang melampaui perbatasan internasional, melanggar hukum dari beberapa negara, atau memiliki dampak pada negara lain.

Bassiouni mengatakan bahwa kejahatan transnasional atau transnational crime adalah kejahatan yang mempunyai dampak lebih dari satu negara, kejahatan yang melibatkan atau memberikan dampak terhadap warga negara lebih dari satu negara, sarana dan prasarana serta metoda-metoda yang dipergunakan melampaui batas-batas teritorial suatu negara. Jadi istilah kejahatan transnasional dimaksudkan untuk menunjukkan adanya kejahatan-kejahatan yang sebenarnya nasional (di dalam batas wilayah negara), tetapi dalam beberapa hal terkait kepentingan negara-negara lain. Sehingga tampak adanya dua atau lebih negara yang berkepentingan atau yang terkait dengan kejahatan itu. Kejahatan transnasional jelas menunjukkan perbedaannya dengan kejahatan atau tindak pidana dalam pengertian nasional semata-mata. Demikian pula sifat internasionalnya mulai semakin kabur oleh karena aspek-aspeknya sudah meliputi individu, negara, benda, publik dan privat. Sifatnya yang transnasional yang meliputi hampir semua aspek nasional maupun internasional, baik privat maupun publik, politik maupun bukan politik. 

Perserikatan Bangsa-Bangsa sendiri telah menentukan karakteristik apa saja yang termasuk dalam kategori kejahatan transnasional yaitu:
a) Dilakukan dalam lebih dari satu negara;
b) Dilakukan di suatu negara namun bagian penting dari persiapan, perencanaan, pengarahan atau pengendalian dilakukan di negara lain;
c) Dilakukan dalam suatu negara namun melibatkan suatu kelompok kriminal terorganisir yang terlibat dalam aktifitas kejahatan lebih dari satu negara; atau
d) Dilakukan dalam satu negara namun memiliki efek penting dalam negara lainnya.

Sedangkan kejahatan transnasional hampir selalu berkaitan dengan kejahatan dengan motif finansial, yang membawa dampak terhadap kepentingan lebih dari satu negara. Kejahatan ini antara lain, perdagangan obat bius (drug trafficking), kejahatan terorganisir lintas batas negara (transborder organized criminal activity), pencucian uang (money laundering), kejahatan finansial (financial crimes), perusakan lingkungan secara disengaja (willful damage to the environment), dan lain-lain.

Dari kedua kata kunci tadi dapat dijelaskan bahwa Transnational Crime merupakan suatu kejahatan yang terjadi lintas Negara dalam pengertian bahwa suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai kejahatan apabila terdapat piranti hukum yang dilanggar sehingga bisa saja terjadi suatu perbuatan yang dirumuskan, dirancang, disiapkan, dilaksanakan dalam suatu Negara bisa saja bukan merupakan kejahatan namun ketika hasil kejahatan yang diatur, disiapkan melakukan lintas batas Negara untuk masuk ke yuridiksi Negara yang berbeda lantas dikategorikan sebagai kejahatan Transnasional Crime.

Kejahatan Internasional


Pengertian

Menurut Bassiouni, yaitu: setiap tindakan yang diterapkan di dalam konvensi – konvensi multilateral dan diikuti oleh sejumlah tertentu negara – negara peserta, sekalipun di dalamnya terkandung salah satu dari kesepuluh karakteristik pidana.

Kesepuluh karakteristik :
a. Pengakuan eksplisit tindakan yang dipandang sebagai kejahatan menurut hukum internasional;
b. Pengakuan implisit sifat-sifat pidana dari tindakan tertentu dengan penetapan kewajiban penegakan hukum;
c. Kewajiban melakukan kriminalisasi;
d. Hak dan kewajiban untuk untuk melakukan penuntutan;
e. Hak dan kewajiban untuk menghukum;
f. Hak dan kewajiban dalam ekstradisi;
g. Hak dan kewajiban kerjasama dalam penuntutan, penghukuman dan bantuan yudicial dalam proses peradilan;
h. Penetapan dasar-dasar jurisdiksi kriminal;
i. Referensi pembentukan pengadilan pidana internasional;
j. Penghapusan alasan perintah atasan.

Menurut Statuta Roma tahun 1998 tentang Mahkamah Pidana Internasional, kejahatan yang yang termasuk dalam lingkup kejahatan Internasional ada 4, yaitu:
1. Kejahatan genosida (Genocide)
2. Kejahatan terhadap kemanusiaan (Crimes Against Humanity)
3. Kejahatan perang (War Crime)
4. Kejahatan agresi (Crimes of Aggresion)

Kejahatan internasional memiliki karakteristik yang mencerminkan kepentingan masyarakat yang harus dilindungi:
- Perbuatan terlarang yang mempengaruhi kepentingan internasional yang signifikan;
- Perbuatan terlarang yang merupakan perilaku mengerikan yang menyimpang dari nilai-nilai masyarakat dunia;
- Perbuatan terlarang yang melibatkan lebih dari 1 negara dalam perencanaan persiapan atau melaksanakan baik melalui keberagamaan kewarganegaraan pelaku, korban, atau karena sarana yang dilakukan melintasi batas negara;
- Dampak perbuatan terhadap kepentingan internasional yang dilindungi memadai untuk masuk dalam kategori diatas tetapi membutuhkan kriminalisasi internasional untuk menjamin pencegahan, pengendalian, dan penindakan karena ditautkan kebijakan negara yang tidak dapat dilaksanakan.

Hukum Pidana Internasional



Hukum pidana internasional adalah bagian dari aturan internasional yang dibuat untuk melarang beberapa tindakan tertentu ( kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, penyiksaan,agresi, dan terorisme) dan terhadap orang – orang yang melakukannya dapat dihukum.


Kejahatan internasional adalah perbuatan yang secara internasional diakui sebagai kejahatan, dimana  hal itu dianggap sebagai masalah serius yang menjadi perhatian internasional dan untuk beberapa alasan yang valid hal tersebut tidak dapat ditinggalkan dalam juridiksi ekslusif negara yang memiliki hak untuk mengaturnya dalam keadaan yang biasa.


"Seperti pada umumnya dimengeri, sejak UN Conference of Plenipotentiaries for the Establishement of an International Criminal Court in June and July 1998, kejahatan intenasional dituntut ke hadapan pengadilan pidana internasional, baik ad hoc atau permanen. Hukum pidana internasional adalah hukum yang mengatur kejahatan internasional. Dapat dikataan, hukum pidana internasional adalah bagian dari hukum yang memiliki aspek pidana dari hukum internasional.




Daftar Pustaka:
Hal 3, Kriangsak, Internation Criminal Law
Hal 3. Antonio Casasse, International Criminal Law

Monday, October 22, 2012

Apa itu Hak Paten?


Berdasarkan UU No. 14 tahun 2001: Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi. Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.

Hak paten ini diberikan untuk jangka waktu tertentu, setelah itu hasil penemuannya menjadi milik umum. Setiap hasil penemuan yang telah dipatenkan, penemunya akan mendapatkan hak monopoli untuk melaksanakan atau mendayagunakan hasil temuannya tersebut. Dengan hak monopoli tersebut, penemu paten diwajibkan melaksanakan paten tersebut, yang berarti jika yang bersangkutan tidak melaksanakannya, patennya dicabut.

Dalam UU Paten, penyelesaian sengketa paten dapat dilakukan melalui proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan (Pengadilan Niaga) maupun di luar pengadilan. Mengingat proses pengadilan yang pada umumnya memakan waktu yang lama dan biaya yang besar, penyelesaian sengkera paten dapat dilakukan melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa, selain relatif lebih cepat, biayanya pun lebih ringan.

Kasus Hak Paten Guaymi 1996


Kasus ini diawali dengan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Centers for Disease Control (CDC) of the United States Department of Health and Human Service dan National Institutes of Health (NIH), bekerja sama dengan para ilmuwan Panama, untuk mengambil contoh darah dari penduduk setempat (Guaymi), peneliti mengatakan kepada orang yang akan diambil darahnya bahwa mereka terancam suatu penyakit tertentu, sehingga pengambilan contoh darah itu merupakan salah satu upaya penting untuk mengatasinya.

Salah seorang wanita yang menderita Leukemia ditemukan bahwa dalam darahnya terdapat suatu sel (T-cell) yang mempunyai kegunaan atau manfaat untuk menolak penyakit. Hasil penelitian atas T-cell inilah, NIH mengajukan paten kepada USPTO (United States Patent and Trademark Office) dan juga melalui mekanisme Patent Cooperation Treaty (PCT). NIH mengajukan paten tersebut tanpa izin atau tanpa memberitahu wanita yang menjadi objek penelitian, juga tidak memberitahu anggota suku Guaymi lainnya. Tidak juga kepada Pemerintah Panama dan para ilmuwan yang bekerja sama dengan mereka, dan juga tanpa mempertimbangkan sensitivitas budaya dan kepercayaan masyarakat Guaymi. Tentu saja hal ini membuat marah berbagai pihak termasuk Isidro Acosta, Presiden dari General Congress of the Ngobe-Bugle (Guaymi), ia menulis surat kepada Sekretaris USPTO dan GATT, menyatakan bahwa: “... making living cells ... patented private property ... is against all Guaymi traditions and Laws”.[1]

Pada akhirnya, pengajuan paten itu ditarik kembali oleh NIH, tetapi alasan penarikan itu agak aneh, yaitu karena tingginya biaya untuk memperoleh paten tersebut.




[1]  Afrillyanna Purba, Pemberdayaan Perlindungan Hukum Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional sebagai Sarana Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Penerbit PT Alumni, Bandung, 2012, hlm. 289

Kejahatan Internasional


Kejahatan internasional adalah perbuatan yang secara internasional diakui sebagai kejahatan, dimana  hal itu dianggap sebagai masalah serius yang menjadi perhatian internasional dan untuk beberapa alasan yang valid hal tersebut tidak dapat ditinggalkan dalam juridiksi ekslusif negara yang memiliki hak untuk mengaturnya dalam keadaan yang biasa.

Menurut Statuta Roma tahun 1998 tentang Mahkamah Pidana Internasional, kejahatan yang yang termasuk dalam lingkup kejahatan Internasional ada 4 yaitu :
Kejahatan Genosida (genocide)
Adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk menghancurkan seluruhnya atau sebagian suatu kelompok nasional, etnis, ras atau keagamaan, perbuatan tersebut diantaranya :
1.    Membunuh kelompok tersebut
2.    Menimbulkan luka atau mental yang serius terhadap para anggota kelompok tersebut
3.    Secara sengaja menimbulkan kondisi kehidupan atas kelompok tersebut yang diperhitungkan akan menyebabkan kehancuran fisik secara keseluruhan atau untuk sebagian
4.    Memaksakan tindakan-tindakan yang dimaksud untuk mencegah kelahiran dalam kelompok tersebut
5.    Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok itu pada kelompok lain.

Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (crimes against humanity)
Adalah setiap perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas atau sistematik yang ditujukan kepada suatu kelompok penduduk sipil, dengan mengetahui serangan itu. Perbuatan tersebut diantaranya :
1.    Pembunuhan
  1. Pemusnahan / Pembasmian
  2. Perbudakan
  3. Deportasi atau pemindahan paksa penduduk
  4. Memenjarakan atau perampasan berat atas kebebasan fisik dengan melanggar aturan-aturan dasar hukum internasional
  5. Perkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan prostitusi, penghamilan paksa, pemaksaan sterilisasi, atau suatu bentuk kekerasan seksual lain yang cukup berat
  6. Kejahatan apartheid
  7. Perbuatan tidak manusiawi lainnyayang memiliki  karakter yang sama yang secara internasional mengakibatkan penderitaan yang besar, luka serius terhadap tubuh, atau terhadap mental , atau kesehatan fisik seseorang.

    Kejahatan Perang  (War Crimes)
Dalam Statuta Roma Kejahatan Perang adalah Merujuk kepada Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949, bahwa perbuatan melawan hak  seseorang atau kepemilikan seseorang  berikut ini dilindungi dibawah ketentuan-ketentuan yang diatur dalam konvensi Jenewa, yaitu:
a)    pembunuhan sengaja;
b)    penyiksaan atau perlakuan tidak manusiawi, termasuk percobaan-percobaanbiologi;
c)    Perbuatan yang dikendaki untuk menimbulkan penderitaan yang  dalam, atau lukabadan maupun kesehatan yang serius;
d)    Perusakan secara luas dan perampasan terhadap milik seseorang, tidakberdasarkan keperluan militer dan dilakukan secara melawan hukum danserampangan;
e)    Pemaksaan terhadap tawanan perang atau orang yang dilindungi lainnya untuk melayani dalamancaman kekuasaan musuh;
f)     Upaya untuk menghalang-halangi yang dilakukan dengan sengaja terhadap tawananperang atau orang yang dilindungi yang mana mereka memiliki hak untukmendapatkan Mahkamah secara adil dan sewajarnya;
g)    Deportasi secara melawan hukum atau pemindahan atau penahanan secara melawanhukum;
h)   Penyanderaan

Kejahatan Agresi (crimes of aggression)
Mahkamah Pidana Internasional belum mendefinisikan pengertian kejahatan ini.
Dalam naskah rancangan ketiga Undang – Undang Pidana Internasional atau The Internasional Criminal code tahun 1954, telah ditetapkan 13 kejahatan Internasional yaitu :
1- Tindakan persiapan untuk Agresi dan tindakan Agresi
2-  Persiapan penggunaan kekuatan bersenjata terhadap negara lain (kecuali dalam rangka “self - defence”)
3- Mengorganisasi atau memberikan dukungan persenjataan yang ditujukan untuk memasuki wilayah suatu negara.
4-  Memberikan dukungan untuk dilakukan tindakan terorisme di negara asing
5-  Setiap pelanggaran atas perjanjian pembatasan senjata yang disetujui
6-  Aneksasi wilayah asing
7-  Genocide
8-  Pelanggaran atas kebiasaan dan hukum perang
9-  Setiap pemufakatan, pembujukan, dan percobaan untuk melakukan tindak pidana pada butir 8 diatas.
10- Piracy
11- Slavery
12- Apartheid
13- Threat and use of force against internatinally protected person

Alasan Mempelajari Kriminologi


Dengan kriminologi kita dapat memperoleh pengertian yang lebih mendalam mengenai perilaku manusia, dan lembaga-lembaga masyarakat yang memperngaruhi kecenderungan dan penyimpangan norma-norma hukum.

Menurut Paul Moedikdo, bahwa dengan mempelajari Kriminologi terutama untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap penyimpangan norma-norma dan nilai, baik yang diatur dalam hukum pidana maupun yang tidak diatur, khususnya perilaku yang karena sifatnya sangat merugikan manusia dan masyarakat. Dan untuk memperoleh pemahaman reaksi sosial terhadap penyimpangan itu.

Terhadap hukum pidana, Kriminologi dapat berfungsi sebagai tinjauan terhadap hukum pidana yang berlaku, dan memberikan rekomendasi guna pembaharuan hukum pidana. Bagi sistem peradilan pidana, kriminologi berguna sebagai sarana kontrol bagi jalannya peradilan, sebab jika hanya menggunakan sarana Hukum Positif saja, maka jalannya persidangan akan mandek.

Penemuan-penemuan yang menyimpang oleh kriminologi dalam proses peradilan pidana, sangat bermanfaat bagi politik kriminal pada umumnya dan politik hukum pidana pada khususnya, oleh karena itu dapat dijadikan bahan bagi kriminalisasi, dekriminalisasi atau perubahan undang-undang.

Bagi politik hukum pidana, kriminologi berguna untuk melaksanakan kebijaksanaan, yang melaksanakannya adalah unsur-unsur pelaksana politik kriminal. Dalam melaksanakan politik, orang mengadakan penilaian dan melakukan pemilihan dari sekian alternatif yang dihadapi. Menjalankan politik kriminal atau  khususnya menjalankan politik hukum pidana juga mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan yang paling baik, dalam arti memenuhi syarat keadilan dan kemanfaatan.

Maka dengan demikian, tujuan kriminologi atau manfaat dari kriminologi adalah sebagai Science for the interest of the power elite, atau Kriminologi dapat dikatakan sebagai kontrol sosial terhadap pelaksanaan hukum pidana.



sumber: Yesmil Anwar, Kriminologi

Perkembangan Kriminologi Dalam Sebuah Aliran


1.      Aliran Klasik
Aliran ini, dengan Doctrine of free will nya, mendasarkan pada filsafat hedonistis yang memandang bahwa manusia mempunyai kebebasan memilih perbuatan yang dapat memberikan kebahagiaan dan menghindari perbuatan-perbuatan yang akan memberikan penderitaan. Menurut Beccaria, setiap orang yang melanggar hukum telah memperhitungkan rasa sakit yang diperoleh dari perbuatan tersebut.
Beccaria, dalam kritiknya, pada intinya adalah menentang terhadap hukum pidana, hukum acara pidana dan sistem penghukuman. Landasan dari Aliran Kriminologi Klasik ini adalah bahwa individu dilahirkan bebas dengan kehendak bebas (free will).
Aliran Klasik berpandangan bahwa setiap orang yang melanggar undang-undang tertentu harus menerima hukuman yang sama tanpa mengingat umur, kesehatan jiwa, kaya, miskin, posisi sosial atau keadaan lainnya. Hukuman harus dijatuhkan secara berat, akan tetapi proporsional, serta untuk atau dimaksudkan memperbaiki pribadi si penjahat.
Berdasarkan pemikiran di atas, Beccaria menuntut adanya persamaan di depan hukum bagi semua orang dan keadilan dalam menerapkan sanksi.

2.      Aliran Kartografik
Ketidakpuasan para ahli kriminologi terhadap Aliran Klasik, maka Aliran Kartografis mulai muncul ke tengah-tengah lapangan kriminologi. Aliran ini sama dengan ajaran ekologis. Yang dipentingkan dalam ajaran ini adalah distribusi kejahatan dalam daerah-daerah tertentu, baik secara geografis maupun secara sosialis. Dianggapnya kejahatan merupakan suatu ekspresi dari kondisi-kondisi sosial.
Mazhab ini tidak hanya meneliti jumlah dari kriminalitas secara umum saja, juga melakukan studi khusus tentang juvenile delinquency seta mengenai kejahatan profesional yang saat itu cukup menonjol. Aliran ini memperhatikan penyebaran kejahatan pada wilayah tertentu berdasarkan faktor geografik dan sosial, yang dinamakan dengan kejahatan adalah perwujudan dari kondisi-kondisi sosial yang ada.

3.      Aliran Sosialis
Sosialisme sebagai ideologi, menurut penganut Marxisme, model dan gagasan sosialis dapat dirunut hingga ke awal sejarah manusia dari sifat dasar manusia sebagai makhluk sosial.
Sejak abad ke-19, cabang aliran sosialisme telah berkembang ke banyak aliran yang berbeda, yaitu: Anarkisme, terutama sosialisme libertatian, Anarkosindikalisme, Komunisme, Marhaenisme, Marxisme, Sindikalisme, Sosialisme Afrika, Sosialisme Arab, Sosialisme Demokratik, Sosialisme International, Sosialisme Kristen, Sosialisme Utopia.
Sosialisme sebagai sistem ekonomi, sistem ekonomi sosialisme sebenarnya cukup sederhana. Berpijak pada konsep Karl Marx tentang penghapusan kepemilikan swasta dihapuskan dalam beberapa komoditas penting dan menjadi kebutuhan masyarakat banyak.
Semangat Marx akan kedatangan masyarakat sosialis dicoba diterangkan atas dasar-dasar ekonomi. Marx mengemukakan empat hukum gerak, yaitu; teori konsentrasi, teori akumulasi, teori verelendung, dan teori krisis.
Seperti halnya penolakan Mazhab Klasik oleh Mazhab Kartografik, maka mazhab ini pun mendapat banyak penolakan dari Aliran Sosialis sejak pada tahun 1850-an. Menurut mazhab ini, kejahatan dipengaruhi oleh adanya tekanan ekonomi, maka dengan demikianuntuk melawan kejahatan ini harus diadakan peningkatan ekonomi, dengan kata lain kemakmuran akan mengurangi tingkat terjadinya kejahatan.
Kemudian dalam perkembangannya, mazhab tersebut disebut sebagai ajaran sosialis, yang menjadi pusat perhatiannya adalah ajaran determinisme ekonomi. Dalam ajaran ini, kejahatan dipandang sebagai hasil, sebagai akibat atau sebagai akibat lainnya saja. Ajaran ini menghubungkan kondisi kejahatan dengan kondisi ekonomi yang dianggap memiliki hubungan sebab akibat. Walaupun dengan demikian, ajaran ini dapat dikatakan ilmiah, sebab ajarannya dimulai dengan sebuah hipotesa dan kumpulan bahan-bahan nyata dan menggunakan cara yang memungkinkan orang lain untuk mengulangi penyelidikan dan untuk menguji kembali kesimpulan-kesimpulannya.

4.      Aliran Positif
Penolakan terhadap mazhab sosialis dilancarkan oleh kaum-kaum tipologik, yakni mereka yang menganggap bahwa kejahatan bukan hasil dari pengaruh ekonomi, namun kejahatan dihasilkan dari pengaruh perilaku manusia itu sendiri. Aliran ini bertolak pada pandangan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh faktor-faktor di luar kontrolnya, baik yang berupa faktor biologik maupun yang kultural.
Dalam aliran ini manusia diakui sebagai makhluk yang mempunyai kehendak bebas menentukan pilihannya, akan tetapi aliran ini berpendapat bahwa kehendak manusia tersebut tidak terlepas dari pengaruh faktor lingkungannya. Aliran ini berpegang pada keyakinan bahwa kehidupan seseorang dikuasai oleh hukum sebab-akibat.
Aliran Positif mempunyai landasan berpikir sebagai berikut:
a.       Kehidupan manusia dikuasai oleh hukum sebab akibat;
b.      Masalah-masalah sosial seperti kejahatan, dapat diatasi dengan melakukan studi secara sistematis mengenai tingkah laku manusia;
c.       Tingkah laku kriminal adalah hasil dari kondisi abnormalitas yang mungkin saja abnormalitas ini terletak pada individu atau juga pada lingkungannya;
d.      Tanda-tanda abnormalitas tersebut dapat dibandingkan dengan tanda-tanda yang normal;
e.       Abnormalitas ini dapat diperbaiki, maka penjahat pun dapat diperbaiki;
f.       Treatment lebih menguntungkan bagi penyembuhan penjahat, sehingga tujuan dari sanksi bukanlah menghukum melainkan memperlakukan atau membina pelaku kejahatan.
Namun dalam perkembangan selanjutnya, ternyata Aliran Klasik atau Aliran Positif tidak dapat bertahan lama, aliran-aliran ini kembali mendapat kritikan dari aliran atau mazhab Sosiologis. Dalam lapangan kriminologi, aliran ini paling banyak melahirkan variasi-variasi dan perbedaan-perbedaan analisa dari sebab musabab kejahatan.

5.      Aliran Sosiologis
Aliran sosiologis sebenarnya merupakan pengembangan dari ajaran Enrico Ferri, yang mengatakan bahwa setiap kejahatan adalah hasil dari unsur-unsur yang terdapat dalam individu, masyarakat, dan keadaan fisik. Aliran ini berpendapat bahwa “Crime as a function of social environtment ... That criminal behavior results from the same processes as other social behaviour”. Maka dengan demikian menurut aliran ini, proses terjadinya tingkah laku jahat tidaklah berbeda dengan tingkah laku lainnya, termasuk tingkah laku yang baik.


sumber: Yesmil Anwar, Kriminologi

Thursday, October 18, 2012

Alasan Pembatalan Vonis Mati


Majelis Hakim PK mengajukan sejumlah pertimbangan dalam putusan membatalkan vonis mati yang dikutip dari Putusan bernomor 39 PK/Pid.Sus/2011 dari laman resmi MA:

1.      Berdasarkan yurisprudensi MA yang berlaku umum mengenai berat ringannya/ukuran hukuman adalah menjadi wewenang judex facti (pengadilan negeri), bukan wewenang judex juris (tidak tunduk pada kasasi).

2.      Tujuan pemidanaan adalah bersifat edukatif, korektif, dan preventif.

3.      Untuk menjaga disparitas hukuman terhadap tindak pidana yang sama yang dilakukan oleh terdakwa yang secara nyata telah dilakukan secara bersama-sama dan terhadap pelaku yang lainnya telah mendapatkan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap.

4.      Mendasari Declaration of Human Right article 3 : "everyone has the right to life, liberty and security of person". Bahwa setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai individu.

5.      Hukuman mati bertentangan dengan Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 dan melanggar Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1989 tentang HAM yang berbunyi, 
"Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan dan oleh siapa pun".

6.      Dengan adanya klausul tidak dapat dikurangi dalam keadaan dan oleh siapa pun dapat diartikan sebagai tidak dapat dikurangi, dan diabaikan oleh siapa pun termasuk dalam hal ini oleh pejabat yang berwenang sekalipun, tidak terkecuali oleh putusan hakim/putusan pengadilan.

7.   Dengan adanya kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata oleh majelis hakim dalam tingkat kasasi dalam memutus perkara No. 455 K/Pid.Sus/2007 tanggal 28 November 2007 serta demi memenuhi rasa keadilan dan hak asasi manusia, beralasan hukum apabila putusan kasasi tersebut dibatalkan oleh majelis peninjauan kembali.

Tuesday, September 11, 2012

Asas-Asas Berlakunya KUHP

1. Asas Teritorial (Wilayah)
Undang-undang Hukum Pidana berlaku berdasarkan pada tempat atau teritoir dimana perbuatan dilakukan (pasal 2 dan 3 KUHP). Pelakunya warga negara atau bukan, dapat dituntut jika melakukan tindak pidana. Dasar hukum asas ini adalah kedaulatan negara dimana setiap negara yang berdaulat wajib menjamin ketertiban hukum dalam wilayahnya.
Pasal 2 KUHP berbunyi: "Ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan delik di Indonesia.

2. Asas Nasionalitas Aktif atau Personalitas
Berlakunya KUHP didasarkan pada kewarganegaraan atau nasionalitas seseorang yang melakukan suatu perbuatan. Undang-undang Hukum Pidana hanya berlaku pada warga negara, tempat dimana perbuatan dilakukan tidak menjadi masalah (Pasal 5,6,7 KUHP).
Pasal 5 berbunyi: "Ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi warga negara yang di luar Indonesia melakukan salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut peraturan perundang-undangan negara dimana perbuatan dilakukan diancam dengan pidana".

3. Asas Nasionalitas Pasif
Didasarkan kepada kepentingan hukum negara yang dilanggar. Bila kepentingan hukum negara dilanggar oleh warga negara atau bukan, baik di dalam ataupun di luar negara yang menganut asas tersebut, maka undang-undang hukum pidana dapat diberlakukan terhadap si pelanggar. Dasar hukum adanya bahwa tiap negara yang berdaulat pada umumnya berhak melindungi kepentingan hukum negaranya (Pasal 4 dan 8 KUHP).

4. Asas Universal
Undang-undang Hukum Pidana dapat diberlakukan terhadap siapapun yang melanggar kepentingan hukum dari seluruh dunia. Dasar hukumnya adalah kepentingan hukum seluruh dunia (Pasa 4 ayat 2, 4)

Monday, July 9, 2012

Asas Pendaftaran Tanah


a.     Sederhana, yaitu mudah dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah.

b.     Aman, yaitu pendaftaran tanah dilakukan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya memberi jaminan kepastian hukum.

c.      Terjangkau, yaitu memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah dan terjangkau oleh pihak yang memerlukan.

d.     Mutahir, yaitu kelengkapan yang memadai, kesinambungan pemeliharaan datanya sehingga menunjukkan data yang mutahir (mengikuti perkembangan).

e.      Terbuka, masyarakat dapat memperoleh keterangan data yang benar setiap saat.

Tujuan pendaftaran tanah, yaitu untuk memberikan kepastian hukum dan pelindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah, pemilik satuan rumah susun dan pemegangn hak tanggungan.