1. Aliran
Klasik
Aliran ini, dengan
Doctrine of free will nya, mendasarkan pada filsafat hedonistis yang memandang
bahwa manusia mempunyai kebebasan memilih perbuatan yang dapat memberikan
kebahagiaan dan menghindari perbuatan-perbuatan yang akan memberikan penderitaan.
Menurut Beccaria, setiap orang yang melanggar hukum telah memperhitungkan rasa
sakit yang diperoleh dari perbuatan tersebut.
Beccaria, dalam
kritiknya, pada intinya adalah menentang terhadap hukum pidana, hukum acara
pidana dan sistem penghukuman. Landasan dari Aliran Kriminologi Klasik ini
adalah bahwa individu dilahirkan bebas dengan kehendak bebas (free will).
Aliran Klasik
berpandangan bahwa setiap orang yang melanggar undang-undang tertentu harus
menerima hukuman yang sama tanpa mengingat umur, kesehatan jiwa, kaya, miskin,
posisi sosial atau keadaan lainnya. Hukuman harus dijatuhkan secara berat, akan
tetapi proporsional, serta untuk atau dimaksudkan memperbaiki pribadi si
penjahat.
Berdasarkan pemikiran
di atas, Beccaria menuntut adanya persamaan di depan hukum bagi semua orang dan
keadilan dalam menerapkan sanksi.
2. Aliran
Kartografik
Ketidakpuasan
para ahli kriminologi terhadap Aliran Klasik, maka Aliran Kartografis mulai
muncul ke tengah-tengah lapangan kriminologi. Aliran ini sama dengan ajaran
ekologis. Yang dipentingkan dalam ajaran ini adalah distribusi kejahatan dalam
daerah-daerah tertentu, baik secara geografis maupun secara sosialis.
Dianggapnya kejahatan merupakan suatu ekspresi dari kondisi-kondisi sosial.
Mazhab
ini tidak hanya meneliti jumlah dari kriminalitas secara umum saja, juga
melakukan studi khusus tentang juvenile delinquency seta mengenai kejahatan
profesional yang saat itu cukup menonjol. Aliran ini memperhatikan penyebaran
kejahatan pada wilayah tertentu berdasarkan faktor geografik dan sosial, yang
dinamakan dengan kejahatan adalah perwujudan dari kondisi-kondisi sosial yang
ada.
3. Aliran
Sosialis
Sosialisme
sebagai ideologi, menurut penganut Marxisme, model dan gagasan sosialis dapat
dirunut hingga ke awal sejarah manusia dari sifat dasar manusia sebagai makhluk
sosial.
Sejak
abad ke-19, cabang aliran sosialisme telah berkembang ke banyak aliran yang
berbeda, yaitu: Anarkisme, terutama sosialisme libertatian, Anarkosindikalisme,
Komunisme, Marhaenisme, Marxisme, Sindikalisme, Sosialisme Afrika, Sosialisme
Arab, Sosialisme Demokratik, Sosialisme International, Sosialisme Kristen,
Sosialisme Utopia.
Sosialisme
sebagai sistem ekonomi, sistem ekonomi sosialisme sebenarnya cukup sederhana.
Berpijak pada konsep Karl Marx tentang penghapusan kepemilikan swasta
dihapuskan dalam beberapa komoditas penting dan menjadi kebutuhan masyarakat
banyak.
Semangat
Marx akan kedatangan masyarakat sosialis dicoba diterangkan atas dasar-dasar
ekonomi. Marx mengemukakan empat hukum gerak, yaitu; teori konsentrasi, teori
akumulasi, teori verelendung, dan teori krisis.
Seperti
halnya penolakan Mazhab Klasik oleh Mazhab Kartografik, maka mazhab ini pun
mendapat banyak penolakan dari Aliran Sosialis sejak pada tahun 1850-an.
Menurut mazhab ini, kejahatan dipengaruhi oleh adanya tekanan ekonomi, maka
dengan demikianuntuk melawan kejahatan ini harus diadakan peningkatan ekonomi,
dengan kata lain kemakmuran akan mengurangi tingkat terjadinya kejahatan.
Kemudian
dalam perkembangannya, mazhab tersebut disebut sebagai ajaran sosialis, yang
menjadi pusat perhatiannya adalah ajaran determinisme ekonomi. Dalam ajaran
ini, kejahatan dipandang sebagai hasil, sebagai akibat atau sebagai akibat
lainnya saja. Ajaran ini menghubungkan kondisi kejahatan dengan kondisi ekonomi
yang dianggap memiliki hubungan sebab akibat. Walaupun dengan demikian, ajaran
ini dapat dikatakan ilmiah, sebab ajarannya dimulai dengan sebuah hipotesa dan
kumpulan bahan-bahan nyata dan menggunakan cara yang memungkinkan orang lain
untuk mengulangi penyelidikan dan untuk menguji kembali
kesimpulan-kesimpulannya.
4. Aliran
Positif
Penolakan terhadap
mazhab sosialis dilancarkan oleh kaum-kaum tipologik, yakni mereka yang
menganggap bahwa kejahatan bukan hasil dari pengaruh ekonomi, namun kejahatan
dihasilkan dari pengaruh perilaku manusia itu sendiri. Aliran ini bertolak pada
pandangan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh faktor-faktor di luar
kontrolnya, baik yang berupa faktor biologik maupun yang kultural.
Dalam aliran ini
manusia diakui sebagai makhluk yang mempunyai kehendak bebas menentukan
pilihannya, akan tetapi aliran ini berpendapat bahwa kehendak manusia tersebut
tidak terlepas dari pengaruh faktor lingkungannya. Aliran ini berpegang pada
keyakinan bahwa kehidupan seseorang dikuasai oleh hukum sebab-akibat.
Aliran Positif
mempunyai landasan berpikir sebagai berikut:
a. Kehidupan
manusia dikuasai oleh hukum sebab akibat;
b. Masalah-masalah
sosial seperti kejahatan, dapat diatasi dengan melakukan studi secara
sistematis mengenai tingkah laku manusia;
c. Tingkah
laku kriminal adalah hasil dari kondisi abnormalitas yang mungkin saja
abnormalitas ini terletak pada individu atau juga pada lingkungannya;
d. Tanda-tanda
abnormalitas tersebut dapat dibandingkan dengan tanda-tanda yang normal;
e. Abnormalitas
ini dapat diperbaiki, maka penjahat pun dapat diperbaiki;
f. Treatment
lebih menguntungkan bagi penyembuhan penjahat, sehingga tujuan dari sanksi
bukanlah menghukum melainkan memperlakukan atau membina pelaku kejahatan.
Namun
dalam perkembangan selanjutnya, ternyata Aliran Klasik atau Aliran Positif
tidak dapat bertahan lama, aliran-aliran ini kembali mendapat kritikan dari
aliran atau mazhab Sosiologis. Dalam lapangan kriminologi, aliran ini paling
banyak melahirkan variasi-variasi dan perbedaan-perbedaan analisa dari sebab
musabab kejahatan.
5. Aliran
Sosiologis
Aliran sosiologis
sebenarnya merupakan pengembangan dari ajaran Enrico Ferri, yang mengatakan
bahwa setiap kejahatan adalah hasil dari unsur-unsur yang terdapat dalam
individu, masyarakat, dan keadaan fisik. Aliran ini berpendapat bahwa “Crime as
a function of social environtment ... That criminal behavior results from the
same processes as other social behaviour”. Maka dengan demikian menurut aliran
ini, proses terjadinya tingkah laku jahat tidaklah berbeda dengan tingkah laku
lainnya, termasuk tingkah laku yang baik.
sumber: Yesmil Anwar, Kriminologi